USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Sambutan Rektor

oleh: Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. Wisuda Periode II TA 2018/2019, Maret 2019


Orang Tua/Wali, Wisudawan,  Tamu Undangan, Anggota Senat serta Ketua Program Studi USD yang berbahagia. Selamat pagi dan salam sejahtera.

Marilah kita mengucap syukur  kepada Tuhan Yang Maha Kasih karena pada hari ini kita dapat merayakan keberhasilan kita bersama menyelesaikan seluruh proses pendidikan mahasiswa sehingga layak memperoleh predikat sebagai seorang sarjana atau sarjana utama.

Kepada Bapak/Ibu Orangtua/Wali, saya ucapkan ikut berbahagia karena perjuangan dan jerih payah Bapak/Ibu telah membuahkan hasil yang membanggakan. Semoga hari ini menjadi awal kebahagiaan dan kebanggaan sebagai orang tua yang menyaksikan putra-putrinya merajut masa depan dengan penuh semangat dan kepercayaan diri.

Kepada para wisudawan, atas nama keluarga besar Universitas Sanata Dharma, saya mengucapkan selamat dan turut berbahagia karena Anda semua telah berhasil menyelesaikan tugas studi yang tidak mudah dan penuh dinamika. Semoga hari ini menjadi hari yang istimewa dan penuh makna karena menjadi penanda penting perubahan tanggung-jawab dan peran baru yang harus Anda mainkan di tengah masyarakat.

Wisuda kali ini berlangsung di tengah hiruk-pikuk persiapan pesta demokrasi atau pemilu kita untuk memilih wakil rakyat dan pimpinan tertinggi negara. Pemilu kali ini sungguh spesial dari berbagai aspek serta memunculkan banyak pergulatan yang membutuhkan partisipasi dan peran aktif kita semua khususnya para wisudawan.

Pemilu yang akan berlangsung pada 17 April 2019 menjadi rumit secara teknis karena akan serentak memilih anggota DPR di tiga tingkat, anggota DPD, dan Presiden bersama wakilnya. Kerumitan bukan hanya disebabkan oleh karena besarnya jumlah partai peserta pemilu tetapi juga oleh sistem pemilihan anggota DPR yang berbasis kepada suara calon ketimbang suara partai.

Selain membawa kerumitan teknis, pemilu mendatang ini juga memunculkan persoalan yang lebih berat yakni terbelahnya relasi persaudaraan antar anak bangsa menjadi dua kubu. Ini memang keniscayaan yang tak mudah dihidari karena pemilu kali ini hanya melibatkan 2 calon presiden dan wakilnya yang pada pemilu sebelumnya juga saling berhadap-hadapan. Keterbelahan masyarakat kita rasakan semakin berat karena diusungnya wacana-wacana yang bersifat emosional seperti agama, keturunan, serta janji-janji yang kurang rasional. Persolaan semakin bertambah pelik oleh karena pertukaran wacana tersebut berlangsung intensif, cepat, serta luas jangkauannya di dunia maya lewat jejaring sosial digital.

Sebagai bagian dari proses demokrasi modern, pemilu sebenarnya merupakan kesempatan emas membangun kesadaran dan pengetahuan cara hidup bersama sebagai bangsa yang bermartabat. Selain itu, pemilu merupakan mekanisme terbaik mewujudkan tata-kelola kepemimpinan dan kekuasaan secara akuntabel di mana seluruh rakyat mengambil tanggung-jawab penuh terpilihnya putra-putri terbaik bangsa untuk dipercaya mengelola berbagai sumber daya negara. Pemilu juga menjadi kesempatan baik untuk mengevaluasi kinerja kepemimpinan di berbagai level setelah 5 tahun berlangsung.

Meskipun demikian, kita perlu sepenuhnya sadar bahwa akar dari sistem demokrasi modern yang salah satu instrumennya adalah pemilu bukanlah sebuah sistem yang tanpa resiko. Yuval Hariri, penulis buku best seller The Sapien, dan Homo Deus, dalam buku terakhirnya yang berjudul 21 lesson for 21st century, menyadarkan bahwa sistem pemilu dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara yang sama), lebih merupakan proses mengelola harapan dan perasaan ketimbang proses yang bersifat rasional. Resiko semacam itu telah terjadi baik di Amerika dengan terpilihnya Trumph serta menangnya pendukung Brexit.

Atas kesadaran bahwa pemilu adalah proses yang lebih emosional ketimbang rasional dengan resiko yang besar, partisipasi semua pihak untuk menjadikannya sebagai proses yang lebih rasional menjadi sangat penting meskipun tidak mudah oleh karena semakin berdayanya sistem jejaring sosial digital menjangkau semua pihak. Sistem jejaring sosial digital dapat menjadi sarana yang sangat ampuh digunakan memakai pendekatan emosional dalam pertukaran wacana dan gagasan terkait pemilu. Sebaliknya, pertukaran gagasan dan wacana yang rasional dengan mengandalkan data obyketif menjadi lebih sulit karena semakin lemahnya peran otoritas dalam sebuah jejaring sosial.

Selain melemahnya bahkan hilangnya otorisasi dalam sistem jejaring digital, hal lain yang dapat menopang pertukaran wacana emosional adalah lemahnya otentisitas. Dalam jejaring sosial digital, manipulasi informasi sangat mudah dilakukan sehingga kebenaran dan otentisitas menjadi hal yang sangat sulit dihadirkan. Kabar bohong atau hoaks telah merusak sendi-sendi relasi antar anak bangsa yang beragam ini dan dapat menjadi amunisi pemenangan pemilu yang menyesatkan.

Padahal, dari kacamata pendidikan, pemilu dapat menjadi kesempatan yang baik bagi berlangsungnya pembelajaran hidup berdemokrasi secara rasional dan bertanggung-jawab. Pemilu memberikan kesempatan belajar bukan hanya bagi mereka yang sudah mempunyai hak pilih tetapi juga bagi siapa saja karena sebagai peristiwa sosial yang terancang, memberikan banyak wilayah kajian dan permenungan dari berbagai perspektif. Bahkan pemilu sebenarnya menyediakan kesempatan emas pembelajaran kontekstual bagi pengenalan cara berdemokrasi kepada anak-anak di sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas.

Karena begitu pentingnya pemilu dan segala rangkaiannya bagi berkembangnya kehidupan demokrasi yang sehat dan bermartabat di Indonesia, saya mengajak semua wisudawan untuk mengambil bagian secara aktif di dalamnya. Tugas pokok yang harus Anda jalankan adalah mempromosikan cara berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan secara bertanggung-jawab dengan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan sempit, sesaat, atau hanya untuk kelompoknya sendiri. Untuk itu, keteguhan kita untuk lebih mengandalkan pertimbangan yang bersifat rasional daripada yang bersifat emosional akan membantu terjaganya akal sehat bangsa menjalani proses yang sangat menentukan masa depan ini. Di situlah letak lebihnya peran yang dapat Anda mainkan sebagai konsekuensi dari mendapat gelar ‘sarjana.’ Untuk itu, Anda semua harus terlibat membanjiri media sosial digital dengan pertukaran wacana yang lebih bertanggung-jawab demi keutuhan dan kesejahteraan NKRI. Anda mengimbangi wacana yang bersifat emosional atau tidak rasional dengan wacana-wacana yang bersifat rasional dengan fakta dan data yang otoritatif.

Dengan kata lain, Anda kami harapkan untuk tidak  tinggal diam dan hanya menjadi penonton dari peristiwa besar dan penting ini. Anda harus bersuara dan berani mengambil sikap mendukung bagi calon pemimpin yang bukan hanya Anda yakini mampu menjamin berlangsungnya kehidupan bangsa yang toleran, demokratis, dan bermartabat tetapi juga secara obyektif rasional mempunyai track record yang memadai. Anda harus berani membela para calon pemimpin yang sungguh berjuang demi kepentingan rakyat meskipun selalu mendapat serangan dan fitnah yang keji. Anda sebagai generasi muda wajib mengambil tanggung-jawab ini karena masa depan bangsa sangat dipertaruhkan lebih-lebih ketika kita menyadari adanya ancaman besar terhadap keutuhan NKRI dan Pancasila dari sekelompok orang yang lebih mengandalkan sikap ekskusif, radikal, dan benar sendiri. Atas dasar hal ini pula, Romo Prof. Dr. Magnis Suseno, S.J. menulis cukup keras di Kompas, Selasa, 12 Maret kemarin supaya kita tidak menjadi Golput. Bagi beliau menjadi Golput berarti tidak bertanggung-jawab, sakit mental, atau tidak rasional.

Akhir kata, semoga kegembiraan dan sukacita Anda hari ini dalam merayakan keberhasilan perjuangan studi turut serta menggelorakan hidup Anda untuk ambil bagian dalam pesta demokrasi yang sangat menentukan ini. Mari kita bersama-sama mewujudkan Pemilu yang sungguh mencerdaskan kehidupan bangsa.

Terimakasih.

  kembali