Activities

PBI Students Train the Deaf

Tue, 28 May 2013

To implement their creative programme, four USD PBI students, together with a fellow student of Indonesian Language Education, have been training learners with hearing impairment to recognize and pronounce words in Indonesian. The project is called Student Creativity Programme -- Community Services (Program Kreativitas Mahasiswa -- Pengabdian pada Masyarakat -- PKM - M), which is funded by the Higher Education or Pendidikan Tinggi (Dikti). The title of the project reads: PELATIHAN BAHASA VERBAL BAGI PENYANDANG TUNAWICARA DAN TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL.

 

 Five of the many students at SLB Negeri 1 Bantul are studying in a classroom

Considering their young ages, between five and seven years, we USD PBI-ers have decided not to publish completely (in full) all of the photos of these five young children. 

 

 Rio (left), Christa (right) and a pupil (not fully shown, considering her age) are in a training session

 

 

 

  

 

 

 

 

 The public school for students with special needs in Bantul Regency, Yogyakarta (Sekolah Luar Biasa - SLB Negeri 1 Bantul)

 

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA -- PENGABDIAN (PKM -- M) 

LABA BAGI PETURA-TURU DI SLB N 1 BANTUL

(PELATIHAN BAHASA VERBAL BAGI PENYANDANG TUNAWICARA DAN TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL)

 

Latar Belakang

Indra pendengaran adalah indra yang penting bagi seseorang dalam proses pembelajaran. Tanpa indra pendengaran, proses input dalam pembelajaran tidak akan berjalan sempurna. Namun tidak semua oang lahir dalam keadaan fisik yang sempurna. Sebagian orang lahir tanpa kemampuan mendengar yang memadai. Menurut skala Fletcher, mereka dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang kurang dari 90dB (satuan untuk mengukur intensitas suara) termasuk dalam golongan kurang dengar, sementara kelompok yang lebih dari 90dB termasuk dalam golongan tuli. Sebagian besar Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dibuka untuk memberi kesempatan bagi penyandang bisu tuli untuk memperoleh pendidikan yang layak, masih menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan materi. Namun, metode pengajaran tersebut justru membuat penyandang bisu tuli semakin pasif dan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Karena para tunarungu dan tunawicara kurang mampu berkomunikasi dengan masyarakat, maka terciptalah jurang pemisah yang semakin membuat mereka terasingkan.

Berawal dari kunjungan kami ke sekolah yang memfokuskan visi dan misinya pada pengajaran berkomunikasi bagi penyandang bisu tuli tanpa bahasa isyarat, kami tergerak untuk melakukan pengajaran bahasa verbal. Dengan demikian anak-anak penyandang tunawicara dan tunarungu dapat dapat menjadi lebih interaktif.

Diusulkan oleh:

Ketua : Heribertus H. A. O. 101214149 / PBI / Tahun Angkatan 2010

Anggota : Sisilia Novena K. 101214128 / PBI / Tahun Angkatan 2010

Christa Yona T. 101214138 / PBI / Tahun Angkatan 2010

M. Y. Meinadia S. K. A. 101214147 / PBI / Tahun Angkatan 2010

Stella Abriyanti 111224017 / PBSID / Tahun Angkatan 2011

 

(bb)

 back