Berita

FIELD TRIP “About MatHistory”

12-11-2018 16:05:10 WIB

(piknik sepanjang hayat, belajar sepanjang hayat)
 
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Magister, Sabtu s.d. Minggu, 10 s.d. 11 November 2018  lalu melakukan Field Trip ke beberapa tempat di Jawa Tengah. Field Trip ini dimaksud untuk menambah wawasan mahasiswa tentang proses belajar dan melihat konteks matematika dalam keseharian. Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah  yang terletak di Salatiga  menjadi destinasi pertama yang dikunjungi. Komunitas ini merupakan sebuah “sekolah” non formal yang digagas pertama kali oleh Bahruddin, seorang sarjana pertanian yang terlebih dahulu merintis Serikat Tani Qaryah Thayyibah  di daerahnya.
 
Komunitas belajar ini adalah sebuah komunitas yang cukup  nyentrik. Komunitas ini tidak suka disebut sekolah. “Sekolahku bukan Sekolah”, demikian judul sebuah buku yang ditulis oleh salah satu siswa di komunitas ini. Dalam pandangannya, Bahruddin melihat sekolah zaman ini adalah bentuk lama dari sebuah proses belajar. Baginya belajar tidak terbatas pada kegiatan mengunjungi suatu tempat tertentu untuk memperoleh informasi. Lebih dari itu belajar adalah suatu proses untuk meningkatkkan daya kritis agar lebih berkeadilan.
 
Keprihatinannya pada cara belajar di sekolah dan maraknya jumlah sarjana yang tidak kembali membangun daerah asal membulatkan tekadnya untuk mendirikan komunitas belajar ini. Baginya, anak harus menjadi pusat dari seluruh proses pembelajaran. Tugas guru hanya menemani anak untuk belajar, bukan untuk menjadikan anak pintar. Oleh karenanya, anak harus diberi kebebasan beride.  Mengutip kalimat Romo Mangun “Di dalam diri anak ada mahaguru. Jangan bunuh mahaguru tersebut, wahai para guru”.
 
Anak-anak yang belajar di tempat ini dibebaskan mempelajari sesuatu yang mereka sukai. Ada yang belajar teater, menulis, menggambar, dan lain sebagainya. Ijazah mereka peroleh dengan ujian kesetaraan, Paket B dan Paket C. Bagi mereka ijazah bukan sesuatu yang harus dikejar, tetapi lebih dari itu bagaimana belajar mejadi pengalaman menyenangkan.  Anak-anak di tempat ini bahkan telah menghasilkan beberapa produk belajar, seperti buku kumpulan ide, komik, dan beberapa lagu ciptaan sendiri.
 
Barudin mengamini bahwa banyak tantangan yang ia dapat ketika merintis komunitas belajar ini “sekolah kog tidak berijazah”. Tekad kuatnya membuat komunitas ini menjadi tempat belajar yang memerdekakan.
Selanjutnya, perjalanan diteruskan di Museum Kereta Api Ambarawa. Di tempat ini mahasiswa diminta mengidentifikasi konsep-konsep matematika apa saja yang ada dan sekiranya dapat digunakan sebagai media belajar yang baik dalam proses belajar yang merdeka.
 
Perjalanan dilanjutkan ke Semarang yang menjadi destinasi perjalanan selanjutnya. Kegiatan hari itu ditutup dengan kegiatan refleksi agar mahasiswa dapat melihat lebih dalam hal-hal apa saja yang menggugah dan memberi roh baru dalam perjalanan mendidik selanjutnya.
Di hari kedua Field Trip, mahasiswa diajak ke Sam Poo Kong dan Lawang Sewu untuk kembali melihat aspek matematika yang ada dalam wilayah wisata tersebut, sehingga mahasiswa semakin kaya ilmu, kaya pengalaman.

Retha Janu

 kembali