Berita

S2 FKIP Siap Mendidik Generasi Net

25-08-2017 10:42:24 WIB

Penyiapan dan pendampingan calon guru pada jaman internet saat ini memiliki tantangan yang besar. Jaman dan generasi internet yang dihadapi sekarang jelas sangat berbeda dengan jaman sebelum ada internet. Eksistensi kita sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan generasi sekarang maupun generasi di masa datang yang kita didik.  Kita yang sebagian besar dari generasi Y bahkan juga sebelumnya, saat ini menyiapkan guru dari generasi Milenial yang mana menereka akan mengajar generasi Z, bahkan generasi Alpha. Menyikapi hal tersebut S2 FKIP Universitas Sanata Dharma (USD) mencoba terus meng-update diri dengan menyelenggarakan Seminar Ilmiah Awal Tahun Akademik 2017/2018, dengan tema: MENDIDIK GENERASI NET.
 
Seperti yang diberitakan oleh Humas USD di laman Berita Kegiatan Web USD:
Seminar Magister FKIP USD: "Mendidik Generasi Net"
Era digital membentuk generasi dengan karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya. Oleh sebab itu dibutuhkan formula atau pedagogi baru yang mampu mengakomodasi generasi saat ini yang mulai beralih dari generasi Z ke generasi Alfa. Menyikapi hal ini, Program Magister Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma (FKIP USD) yang terdiri dari 3 Program Studi, yaitu Magister Pendidikan Matematika, Magister Pendidikan Bahasa Inggris, dan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menyelenggarakan seminar awal tahun akademik 2017/2018 dengan tema “Mendidik Generasi Net”. Seminar ini diselenggarakan pada hari Rabu (16/8/2017) bertempat di Ruang Drost Kampus III USD Paingan.
Seminar ini dibuka oleh Bapak Pius Nurwidasa P., Ed.D selaku Wakil Dekan I FKIP USD dengan menyampaikan keresahannya melihat fenomena mahasiswa saat ini yang tidak bisa terlepas dari gadget atau smartphone bahkan ketika perkuliahan berlangsung di dalam kelas. Seringkali internet berarti lebih daripada mendengarkan penjelasan dosen di depan kelas. Bahkan ada yang menyambi untuk bertransaksi online baik itu menjual atau membeli suatu barang di dalam kelas. Inilah fenomena yang dihadapi para pendidik saat ini saat berhadapan dengan generasi Net. Oleh sebab itu para pendidik harus mampu menyelami dan memahami generasi saat ini agar tidak terjadi jarak atau gap antara pendidik dan peserta didik.
Hadir sebagai pembicara pertama adalah Ibu Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. (dosen Fakultas Psikologi UGM) yang memiliki minat penelitian Psychology of IT (Cyber Psychology) dengan moderator Bapak Paulus Kuswandono, Ph.D. (Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Inggris). Ibu Neila memaparkan Generasi Net dari tinjauan sisi psikologi. Berdasarkan teori generasi maka dikenal istilah generasi Baby Boomers (lahir tahun 1946-1964), generasi X (lahir tahun 1965-1980), generasi Y (lahir tahun 1981-1994), generasi Z (lahir tahun 1995-2010), bahkan sekarang generasi Alfa (lahir tahun 2011-2025). Generasi Z disebut juga sebagai generasi  internet (generasi net). Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Saat ini pendidik (guru/dosen) dari generasi X dan Y masih sangat mendominasi. Generasi Z yang merupakan keturunan dari generasi X dan Y, sekarang ini merupakan anak-anak muda (peserta didik) yang rata-rata masih mencari jati diri.
Setiap generasi tentunya memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh perkembangan sosial, budaya dan teknologi. Generasi Z atau generasi net pada ummnya dilahirkan dari orang tua dengan usia yang lebih matang, mengenal gadget dari kecil, multitasking, mempunyai visi kedepan, melek teknologi komunikasi dan memilih untuk tinggal dan bekerja di tempat yang menarik. Oleh sebab itu sebaiknya masing-masing generasi saling memahami karakter masing-masing agar tidak terjadi gap atau jurang pemisah antar generasi yang akhirnya menimbulkan rasa saling curiga. Terlebih untuk calon pendidik, pemahaman karakter peserta didik harus benar-benar diselami secara mendalam agar apa yang disampaikan mampu di terima peserta didik dengan baik sesuai dengan cara mereka. Oleh sebab itu calon pendidik dituntut untuk bisa mengimbangi perkembangan-perkembangan yang terjadi dan dialami oleh peserta didik terutama dibidang teknologi.
Romo Dr. Patrisius Mutiara Andalas, S.J. yang juga penulis buku “Dari Generasi Net Menuju Generasi Pelopor” dan “Mendidik Generasi Net” hadir sebagai pembicara kedua dengan moderator Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum (Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Beliau memaparkan Generasi Net dari tinjauan Pedagogi dan Spiritualitas. Romo Mutiara Andalas mengenalkan sebuah istilah "Pedagogi Kemitraan: Sebuah Pedagogi bagi Pembelajar Digital". Pemikiran ini lahir dari kegelisahannya sebagai pendidik ketika mengajar generasi digital. Meskipun telah meng-update rujukan pustaka dan memanfaatkan sumber-sumber pelajaran digital yang dekat dengan generasi digital, beliau merasakan keberjarakan hubungan dengan mahasiswa-mahasiswi bertambah tahun demi tahun di ruang kuliah.
Berangkat dari refleksi teologis tentang perumpamaan menyimpan anggur yang baru dalam kantong yang baru agar keduanya terpelihara (Mat 9:17), pedagogi baru yang mampu memfasilitasi pembelajar digital merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Meskipun dunia digital baru tersingkap sebagian kecil dan sebagian besar masih remang-remang, bahkan gelap, pakar pendidikan berusaha mengabjadkan pedagogi baru tentang pendidikan bagi generasi digital. Kajian-kajian akademik ini memperkaya peziarahan akademik akan fondasi bangunan baru pendidikan era digital. Namun, autobiografi pengajaran pendidik dan autobiografi pembelajaran generasi digital Indonesia belum banyak mendapatkan sentuhan refleksi. Pengejaan pedagogi baru bagi pembelajar digital masih dalam bilangan langka. Perlu langkah segera pendidik untuk mengejar ketertinggalan dengan melibatkan diri dalam kajian pedagogi baru bagi generasi digital.
Kejelasan tujuan dalam pembelajaran oleh pendidik menjadi sebuah keharusan bagi pembelajar digital. Mereka menuntut kejeniusan, sekurang-kurangnya usaha keras pendidik untuk menghubungkan teks pembelajaran dan konteks kehidupan. Kekaburan, apalagi ketiadaan relevansi mudah sekali melesukan perhatian pembelajar digital di ruang kuliah. Sebaliknya, bahkan usaha keras yang pendidik tunjukkan untuk mengembangkan problem-based learning (PBL) dan action learning/research teks pembelajaran dan konteks kehidupan seringkali sudah lebih dari mencukupi untuk menghidupkan perkuliahan.
Sebagai penutup Romo Mutiara Andalas mengatakan bahwa gagasan Pedagogi Kemitraan Sebagai Pedagogi Pembelajar Digital belum “matang” secara sempurna. Oleh sebab itu diskusi dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak merupakan sesuatu yang berharga bagi kemajuan dunia pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) juga bisa berkolaborasi dengan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) berbicara dan berdiskusi tentang generasi digital karena saat ini memang banyak terjadi kolaborasi atau penggabungan beberapa disiplin ilmu untuk menghasilkan sesuatu hal yang baru. Hal semacam ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi segenap civitas akademika Universitas Sanata Dharma terutama FKIP untuk memberikan sumbangan besar bagi dunia pendidikan sehingga tidak hanya bertindak sebagai pengunduh pedagogi tetapi juga bisa berperan sebagai pengunggah pedagogi baru dalam dunia pendidikan.*
 
 
 

 kembali