Berita

ASCOLTACI #1

17-04-2015 10:44:39 WIB

Seminar Ascoltaci: Backpacker dalam Imajinasi Etnografis

Pada tanggal 19 September 2014, Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma mengadakan seminar Ascoltaci dengan tema “Backpacker dalam Imajinasi Etnografis”. Ascoltaci yang berarti “dengarkanlah kami” adalah rangkaian seminar bulanan hasil penelitian yang diselenggarakan oleh IRB. Ascoltaci mengajak para peserta seminar untuk mendukung para penelliti muda dengan mendengarkan mereka dan temuan-temuannya. Ascoltaci melengkapi Ascoltate, sebuah resital musik bulanan yang diselenggarakan di Pascasarjana ISI Yogyakarta. Acara seminar Ascoltaci berlangsung di ruang Driyarkara dengan dihadiri oleh kurang lebih 80 peserta. Pembicara seminar adalah Lisistrata Lusandiana dan Anne Sakka yang merupakan mahasiswa IRB dan Heri Lancaka, perwakilan dari Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lisis sebagai pembicara pertama, memaparkan hasil penelitiannya tentang politik identitas para backpacker. Penelitian tersebut selain berangkat dari ketertarikan personal seputar backpacking juga didorong oleh kegelisahan-kegelisahan Lisis seputar banyaknya ritual yang mengatasnamakan wisata. Politik identitas sengaja dipilih karena pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mencari celah politis dan menghindari dua kecenderungan utama dalam melihat dunia pariwisata yaitu memberikan dukungan penuh atau mengkritik secara membabi buta.

Anne memberikan informasi lebih lanjut soal metode imajinasi etnografis yang dikembangkan oleh Paul Willis. Dalam penelitian kajian budaya sendiri, etnografi dibutuhkan sebagai metode yang memberikan cara kepada peneliti untuk masuk ke dalam satu budaya yang lain, terlibat di dalamnya, mengamati dan kemudian mendeskripsikan budaya tersebut supaya budaya itu menjadi bermakna bagi mereka yang ada di dalamnya. Ada tiga tahapan dalam melakukan analisis data berdasar metode imajinasi etnografis. Tahap pertama adalah melihat basis material dari kelompok sosial tertentu yang diteliti. Tahap kedua adalah melihat bagaimana seseorang memaknai dunianya (sensuous meaning). Tahap ketiga adalah melihat bagaimana lingkungan dan struktur sosial mempengaruhi identitas dan pembentukan budaya (lived penetration).

Heri Lancaka memberi ulasan tentang Kebijakan Pengembangan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Para backpacker memang belum terlalu dipikirkan oleh Dinas Pariwisata. Banyaknya persoalan dalam dunia pariwisata Jogja membuat Dinas menetapkan skala prioritas. Sektor yang diutamakan adalah sektor yang dianggap berperan banyak bagi usaha mengentaskan kemiskinan masyarakat. Ada tiga indikator yang dipakai oleh Dinas Pariwisata yaitu jumlah wisatawan, lama tinggal dan jumlah pembelanjaan. Transportasi memang merupakan salah satu persoalan dalam pengembangan pariwisata Jogja karena referensi yang digunakan berasal dari negara-negara maju dengan transportasi yang sudah teratur.

Acara seminar semakin hangat dengan adanya tanggapan dan pertanyaan yang ditunjukkan kepada ketiga pembicara. Dari tiga sesi tanya jawab yang diberikan, bisa terlihat antusias peserta dalam melihat persoalan pariwisata Jogja. Apakah model pariwisata dengan tiga indikator yang sedang dikembangkan selama ini merupakan satu-satunya model yang tepat? Persoalan backpacking juga dipertanyakan lebih lanjut, apakah backpacking memang merupakan salah satu alternatif dalam persoalan dunia pariwisata atau ada masalah lain juga di belakangnya.

Seminar dengan tema “Backpacker dalam Imajinasi Etnografis” ini merupakan seminar Ascoltaci perdana yang diselenggarakan oleh IRB. Masih ada dua seminar lagi yang diagendakan pada bulan Oktober dan November. Melalui seminar-seminar ini diharapkan kita bisa semakin mengenali berbagai persoalan sosial dan budaya masyarakat kita serta mengembangkan gagasan-gagasan terobosan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti muda. Marilah kita mendengarkan hasil temuan-temuan mereka.


 kembali