Akademik

Penjabaran Mata Kuliah Pilihan

Pendidikan Kritis

Jauh dari bayangan pemikir pendidikan seperti Driyarkara, misalnya, yang memandang pendidikan dalam arti pendidikan sekolah sebagai sarana ideal serba netral tempat orang tua/masyarakat melalui bantuan guru memanusiakan dalam arti membudayakan peserta didik agar siap menjadi warga masyarakat yang aktif, dalam kenyataan pendidikan sekolah merupakan tempat pertarungan kepentingan aneka kekuasaan yang ada di masyarakat di mana kekuasaan yang dominan akan berusaha mendesakkan agendanya demi mempertahankan dominasinya. Alih-alih membekali peserta didik dengan aneka kemampuan yang diperlukannya agar menjadi manusia-pribadi yang memiliki kemerdekaan serta kepedulian untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan, pendidikan sekolah sering tanpa sepenuhnya disadari oleh para pelakunya praktis hanya mempersiapkan tenaga-tenaga yang akan mendukung berlangsungnya sebuah bentuk kehidupan bersama yang hanya menguntungkan segolongan orang dan merugikan banyak golongan orang lainnya. Pendidikan kritis bertujuan membantu para pelaku pendidikan sekolah, termasuk para peserta didik, agar mampu membaca pertarungan kepentingan yang berlangsung serta mampu menentukan sikap dan membuat pilihan untuk memperjuangkan bentuk kehidupan bersama yang lebih berkeadilan.

Kajian Universitas

Mata kuliah ini bertujuan mengajak mahasiswa untuk bersikap kritis atas situasi yang sedang berlangsung di Indonesia sekarang. Kalau pendidikan dianggap sebagai jalan untuk mempersiapkan masa depan suatu bangsa, masa depan seperti apa yang sedang kita siapkan dengan pendidikan sekarang ini? Demi efektifitas perkuliahan, pendidikan kritis akan difokuskan pada pendidikan tinggi khususnya universitas. Pendidikan tinggi dipilih karena memang perhatian seluruh dunia atas pendidikan (atas dorongan Bank Dunia) sepuluh tahun terakhir ini adalah pendidikan tinggi. Mata kuliah ini akan difokuskan pada aspek kebijakan (policy) pendidikan daripada, misalnya proses pembelajaran.

Zending/Misi dan Pascakolonialitas

Zending/Misi dan Pascakolonialitas merupakan kombinasi tentang sejarah zending/misi dalam perspektif pascakolonial. Zending/misi yang masuk bersama dengan kolonialisme di tanah koloni bertemu dengan agama dan budaya setempat. Adakah sejarah agama menjadi sejarah penaklukan, atau terjadi sesuatu yang lain? Bagaimana subyek setempat dapat dikonstruksi dan dinegosiasikan, apakah seperti halnya relasi kuasa seperti relasi kekuasaan dalam konteks global?

Sebagai kajian khusus dengan perspektif pascakolonial, mata kuliah ini menawarkan perspektif dan cara pandang yang digunakan untuk menganalisis isu-isu bertemunya agama besar yang dibawa kaum zending dan para misionaris yang muncul dan berkembang dalam masyarakat pascakolonial, termasuk di dalamnya masyarakat Indonesia.  Dengan cara demikian, mahasiswa dapat membangun sikap peka dan kritis dalam ruang lingkup masalah bertemunya agama besar dengan agama dan budaya setempat.

Sastra dalam Kajian Religi

Sastra sudah selalu menduduki posisi sentral dalam sejarah agama Islam, misalnya sastra sufi. Namun sastra juga sering menghadapi persoalan dengan penguasa Islam, semial Adonis. Di sisi lain, kini orang masih mencari Kajian Islam (Dirasa Islamiya) untuk mengatasi Kajian Islam yang terjebak dalam pendekatan dogmatis maupun ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan modern sering mereduksi realitas keberagaman. Kuliah ini dimaksudkan untuk mempertimbangkan sumbangan sastra dalam Kajian Islam. Secara khusus kuliah ini hanya membahas satu cerpen Najib Mahfus berjudul "Jannatul Atfal" (Surga Anak-anak).

Seni dan Religi

Seni Rupa dalam Gereja yang mencakup dari Periode Gereja Masa Perdana sampai Gereja Pasca Modern. Materi karya seni meliputi lukisan dinding dalam Katekombe (makam bawah tanah), ikon, dan lukisan-lukisan karya para seniman dari berbagai wilayah dan periode. Sejumlah teori yang dikemukakan beberapa tokoh (Walter Benyamin, Umberto Eco, E. Panofsky) tentang Karya Seni memiliki konteks sosialnya dan memiliki kekuatan sosial untuk pembebasan

Estetika Seni Pertunjukan

Salah satu ciri masyarakat konsumsi sekarang adalah terjadinya estetikisasi kehidupan, yaitu hubungan sosial sampai ke tingkat rasa, estetik, bahkan sampai terkesan tidak rasional. Salah satu bentuk pengalaman estetik tentu saja seni. Dalam kuliah ini akan dibahas model pengalaman estetik dari seni yaitu seni pertunjukan. Pembahasan ini bukan saja untuk mengetahui model pengalaman estetik dalam seni tersebut melainkan juga mencari tahu mencari tahu bagaimana model tersebut bisa dipakai dalam hubungan sosial. Sejauh mana terjadi homoog? Tujuan akhir dari kuliah ini adalah: sejauh mana performativitas itu dipratikkan untuk melangsungkan hubungan kekuasaan yang sudah ada dan sejauh mana bisa dipakai untuk menata ulang hubungan kekuasaan?

Kajian Film

Film merupakan salah satu unsur utama dalam budaya jaman sekarang. Minat mahasiswa untuk meneliti film semakin banyak, baik meneliti film secara ekslusif maupun film sebagai salah satu sumber data penelitian. Matakuliah Kajian Film ini dimaksudkan untuk memberikan orientasi umum dalam penelitian film. Dalam kuliah ini akan dipakai dua pendekatan yang mengalami pasang surut, yaitu semiotika dan psikoanalisa. Topik-topik bahasan antara lain meliputi naratologi dalam film, kedudukan penonton (spectator), gaze, dan jouissance dalam menonton film. Secara khusus juga akah dibahas teori film feminis serta film keagamaan. Dalam kuliah ini juga disiapkan sejumlah film sebagai bahan analisa antara lain That Obscure Object of Desire karya Luis Bunuel serta Ayat-ayat Cinta. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menawarkan film-film yang bisa mendukung perkuliahan ini.

Etika Media

Etika menyangkut tanggung jawab untuk kebaikan diri sendiri maupun orang lain. Mata kuliah media dimaksudkan untuk mengeksplorasi masalah-masalah tanggung jawab etis dalam budaya media di mana pengalaman akan orang lain dan diri sendiri mengalami fluid (secara sosio-kultural) dan oleh karena itu rupanya juga indeferens (secara moral) Etika media diangkat bukan sebagai juru selamat melainkan justru untuk membangkitkan kebutuhan kita akan vocabulary yang memadahi untuk memperbincangkan isu-isu yang muncul dalam budaya media.

Sastra dan Politik Identitas

Dalam keseharian, pasti ada saat-saat dimana kita memposisikan diri sebagai bagian dari kelompok atau golongan tertentu yang punya ciri khasnya (identitasnya) sendiri, sehingga berbeda daripada orang lain: “kami” berhadapan dengan “mereka”. Praktek semacam itu dinamakan “politik identitas”. Politik identitas bisa dipahami sebagai usaha sebuah kelompok masyarakat untuk mengartikulasikan diri dan memperjuangkan kepentingannya. Dengan demikian, representasi menjadi sangat penting dalam segala praktek politik identitas. Lewat representasi, sebuah identitas bersama diciptakan dan ditegaskan. Artikulasi identitas tersebut seringkali merespon marjinalisasi atau diskriminasi yang dialami – representasi oleh orang lain dilawan dengan representasi diri.

Karya sastra kerapkali ikut mengambil peran dalam praktek politik identitas. Karya sastra bisa mengartikulasikan identitas, tapi terkadang juga justru melakukan stereotipisasi. Di samping itu, karya sastra dapat mengajak kita merenungkan atau mempertanyakan politik identitas itu sendiri – bukankah kehidupan terlalu kompleks untuk dapat secara utuh terartikulasikan lewat penciptaan identitas bersama?

Etnisitas

Dalam pluralitas masyarakat dan kebudayaan di Indonesia masa kini, kursus ini hendak membekali mahasiswa pengalaman dan pengetahuan untuk mengkaji, memaparkan, dan bertindak secara tepat terhadap aneka ragam peristiwa dalam masyarakat yang sering berkaitan/dikaitkan dengan hal dan masalah yang selama ini disebut: kelas Sosial, golongan Agama dan kelompok Rasial (SARa).

Ketika kajian mengenai hibriditas, fragmentasi, mobilitas dan marginalitas budaya semakin diminati, dan hal kesinambungan serta keterkaitan/keterikatan kebudayaan menuai kecurigaan, masihkah seseorang dapat yakin ber"cakap-cakap" mengenai "kebudayaan" sebagai sebuah paparan yang bukan sekedar usaha mencari kesamaan (makna) belaka.

Kajian Gender

Gender adalah salah satu kategori paling mendasar yang terus-menerus kita gunakan dalam keseharian. Kita mempersepsi diri dan manusia lain sebagai manusia bergender: sebagai perempuan atau laki-laki. Ekspektasi dan norma kita mengenai sifat, peran dan penampilan seseorang pun berkaitan dengan gendernya. Matakuliah ini bertujuan untuk memperkenalkan cara kategori tersebut dipahami, dikaji dan dikritik dalam humaniora dan ilmu sosial. Di samping itu, akan direfleksikan bersama betapa imaji gender tidak seragam secara global, dan apa makna dan implikasi keberagaman tersebut dalam konteks pascakolonial.

Historiografi Pascakolonial

Sebagaimana ditunjukkan oleh studi-studi pascakolonial, dampak dari kolonialisme (Barat) tetap berlangsung di negara-negara bekas jajahan setelah kolonialisme itu resminya berakhir. Dampak itu tetap terwujud dalam bentuk neo-kolonialisme, antara lain di ranah ekonomi, politik dan budaya.

Dalam kasus Indonesia, proklamasi kemerdekaan tahun 1945 tidak serta-merta disusul dengan pembebasan penuh dari dominasi pascakolonial. Setelah Belanda gagal dalam usahanya untuk menjajah kembali Indonesia, peran dominasi pascakolonial itu kemudian digantikan oleh Amerika Serikat, yang dalam konteks Perang Dingin sedang berlomba dengan Uni Soviet dalam upaya menanamkan pengaruh di Indonesia. Amerika ingin mendominasi wacana tentang Indonesia, dan banyak teks diproduksi dalam rangka mendukung dominasi itu. Pada saat yang sama sejumlah penulis lain berusaha meng-counter upaya dominasi itu dengan cara menawarkan pandangan yang berbeda.

Matakuliah Seminar ini ingin mengajak peserta menelusuri kembali sejumlah teks yang diproduksi dalam rangka mendukung dominasi pascakolonial Amerika Serikat atas Indonesia itu. Akan ditelusuri pula teks-teks lain yang dimaksudkan untuk memberikan alternatif pandangan atas hal yang sama. Untuk itu setiap mahasiswa akan diminta membaca dan mengolah teks tertentu, untuk kemudian menulis paper dan mempresentasikannya di kelas.

Religi dan Media

Dunia media telah mewadahi semua aspek kehidupan ekonomi, politik, sosial dalam berbagai kemasan dari news, pendidikan, sampai dengan entertainment. Hal tersebut didalami dengan kajian media yang mengembangkan metode analisis dan kritik untuk melacak berbagai bentuk dan efek dari berbagai produk media baik film, televisi, media cetak sampai musik. Kajian atas hal tersebut dapat digunakan untuk memahami perubahan dan transisi yang berlaku dalam masyarakat.

Mata kuliah “Religi dan Media” bertujuan secara khusus melacak peran serta bagaimana religi hadir dan memberi warna berbagai produk budaya tersebut, juga bagaimana agama mengalami perubahan dan transformasi yang signifikan dalam perjumpaannya dengan media. Lewat mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mendapatkan gambaran bagaimana ideologi dan hidup keagamaan dipengaruhi dan mempengaruhi, serta dihadirkan secara dinamis dalam produk-produk budaya tersebut.

Seminar 1 – Sejarah, Budaya, dan Wacana Rekonsiliasi

Kekerasan kolektif—entah pada tingkat lokal atau nasional—sering terjadi, baik pada masa kolonial maupun setelah kolonialisme resminya berakhir. Dampak yang ditimbulkan juga berbeda-beda tingkatnya, dari yang sangat personal hingga yang nasional. Berakhirnya suatu kekerasan kolektif tidak serta-merta berarti terselesaikannya suatu persoalan. Ada banyak ganjalan yang masih ada, dari yang berbentuk kecurigaan, hilangnya trust, hingga timbulnya kehendak untuk balas dendam. Pada level ini sulit untuk dicari penyelesaian yang tuntas dan yang bisa berlaku untuk segala situasi. Pada saaat yang sama, jika tidak diselesaikan, dampak dari kekerasan tersebut akan terus berlangsung dan menghantui masyarakat. Perlu dicari penyelesaian yang efektif. Rekonsiliasi adalah salah satu pilihannya. Sebagai sebuah negara majemuk Indonesia sangat rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan kolektif dengan segala dampaknya, baik pada masa kolonial maupun pasca-kolonial. Berbagai wacana dan upaya mencari jalan keluar juga telah dicari, termasuk rekonsiliasi. Meskipun demikian, hasil yang jelas dan menyeluruh belum juga kunjung tiba.

Matakuliah ini ingin membahas bagaimana topik kekerasan kolektif dan rekonsiliasi telah menjadi bagian dari wacana nasional maupun internasional, di kalangan akademik maupun di antara gerakan-gerakan advokasi. Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan sejarah dan budaya, guna melihat bagaimana wacana tersebut diolah dan coba diimplementasikan. Matakuliah ini penting tidak hanya untuk melihat latar belakang terjadinya kekerasan-kekerasan kolektif, melainkan juga untuk memahami bagaimana pada masa pasca-kekerasan, upaya jalan keluar melalui rekonsiliasi telah coba ditempuh. Selain itu matakuliah ini juga penting, mengingat bahwa sejumlah tesis di program Magister IRB bersentuhan dengan tema masyarakat yang sedang berada dalam situasi pasca-kekerasan. Bentuk kuliahnya adalah kuliah seminar, di mana mahasiswa akan dipersilakan untuk secara kritis mengeksplorasi topik ini secara akademik melalui bacaan-bacaan yang tersedia, untuk kemudian mempresentasikannya di kelas dan selanjutnya mendiskusikannya bersama.

Seminar 2 – Teori Sublimasi 

Kuliah “Teori Sublimasi” ini akan membahas masalah sublimasi dalam psikoanalisa Lacan.  Kalau  manusia  adalah  makluk  yang  hidupnya ditentukan  oleh  hasrat  (desire atau  libido)  dan  bahasa,  bagaimana kebudayaan atau  apa saja yang selama ini  kita  anggap bernilai bisa dijelaskan? Pertanyaan ini  dijawab dalam teori sublimasi. Mengikuti pandangan Freud, Lacan membedakan tiga jenis sublimasi, yaitu sublimasi et i s ,       religius ,  dan  ilm ia h ,  yang masing-masing menghasilkan seni, agama, dan ilmu pengetahuan. Ketiga sublimasi ini sejajar dengan struktur subjek histeria ,neurosis , dan pa r a noi a .

Untuk  membas masalah sublimasi ini akan dipakai Seminar VII The Ehics of Psychoanalysis. Untuk memudahkan pembahasan itu, juga akan dipakai tafsir (reading) akan buku itu yang berjudul Eros and Ethics, Reading Jacques Lacan’s Seminar VII (2001) karya Marc de Kesel.

Kuliah dibagi  menjadi empat pok ok bahasan: Teori tentang subjek, Tiga struktur subjek: neurosis, perversi, dan psikosis, Sublimasi: Freud dan Lacan, Tiga jenis sublimasi: Sublimasi etis (seni), religius (agama), dan ilmiah (Ilmu pengetahuan)

Bahan  pendukung : Selain teks  yang sudah  disebut di atas, matakuliah  ini  juga akan menggunakan  sejumlah bahan  pendukung yang diambil dari film dan karya sastra. Salah satu film yang pasti akan dibahas adalah Antigone. Bahan pendukung  lainnya akan ditentukan kemudian.

Etnografi Asia Tenggara

Jejak langkah keberadaan “Asia Tenggara” menunjuk bahwa konsep dan identitas tersebut berkembang dari kebutuhan Eropa, Amerika, Jepang dan pihak-pihak lain terkait untuk menangani secara kolektif dengan suatu peta imajinasi beragam masyarakat dan kebudayaan (Indonesia, Thailand, Filipina, dll.) yang dianggap, mungkin, tidak memiliki identifikasi tertentu satu dengan yang lain.

Seminar paparan etnografis ini tidak sekedar sebuah pengalaman refleksi terhadap kecenderungan budaya dari seorang peneliti berhadapan dengan (sesama) yang lain yang diteliti. Seminar ini memberi bekal bagaimana masyarakat yang sedang diteliti juga mempercakap(cakap)kan hal dan masalah tentang “yang lain” termaksud; melalui penafsiran dan penerjemahan terhadap kegiatan, kepercayaan dan nilai-nilai yang terjadi di sekitar mereka.

Pluralitas masyarakat dan kebudayaan “Asia Tenggara” bertujuan membantu mahasiswa untuk memperbincangkan secara kritis beberapa contoh etnografi dalam berbagai topik tertentu: gender, diaspora, kekerasan, media sosial, seni-sastra, sinkretisme agama, aksi perlawanan, dll. Perlu dimaklumi bahwa selama ini, “Asia Tenggara” juga dikenal mampu bertahan dan berkembang menghadapi tekanan berbagai perubahan global.

Kajian Pustaka Khusus Alternatif

Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa agar lebih efektif dalam mengembangkan bagian-bagian utama dalam penulisan tesis sejak penulisan proposalnya dengan cara belajar dari contoh-contoh laporan hasil penelitian kajian budaya yang sudah dipublikasikan baik yang disebut dalam "Pedoman Pembuatan Tesis Ilmu-ilmu Humaniora" terbitan Program Magister Ilmu Religi dan Budaya USD maupun dalam buku-buku Metodologi Penelitian Kajian Budaya, khususnya "Doing Research in Cultural Studies" karya Paula Saukko (2003).

Dasar - dasar Estetika

Mata kuliah ini diberikan guna mempelajari dasar-dasar estetika guna mendukung mahasiswa yang sedang meneliti topik-topik yang berkaitan dengan seni pada khususnya maupun masalah masyarakat konsumsi pada umumnya. Kemajuan teknologi serta pertautan teknologi dengan seni dan konsumsi telah mengubah wajah dan bahkan “substansi” masyarakat yang lebih mengutamakan rasa (sensual perception). Oleh karena itu tidak mengherankan kalau kategori-kategori estetik dan seni kini semakin mendominasi idiom-idiom bahasa kita. Mengingat pentingnya dan luasnya topik ini, dalam kuliah ini hanya akan dipelajari dasar-dasar estetika saja. Dari sini baru bisa akan dibahas topik-topik khusus.

Pokok bahasan: (a) Estetika sebelum jaman modern atau era tradisi dan akademi (Plato, Aristoteles, dan Renaisans); (b) Estetika modern (Immanuel Kant, Hegel, dan Nietzsche); (c) Marxisme dan Teori Kritis (W. Benjamin dan Th. Adorno); dan (d) estetika Pos-struktural, pos-modernisme, dan pos-kolonial. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 kembali