Berita

STUDIUM GENERALE 2014: Berbicara Tentang Kurikulum 2013 dari Sudut Pandang Pendidikan Kritis

05-01-2015 14:08:03 WIB

Pendidikan selalu menjadi hal yang tidak pernah habis dibahas terutama di era modern sekarang ini. Pendidikan masih dipandang sebagai suatu cara yang paling mumpuni untuk mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat. Indonesia sendiri saat ini juga masih mencari wajah pendidikan yang paling tepat dalam membentuk bangsa ini. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas dalam polemik mengenai Kurikulum 2013 yang malah memanas sejak Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan untuk menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 dan hanya dijalankan di sekolah-sekolah yang dianggap sudah mampu melaksanakan kurikulum tersebut.

Polemik dan permasalahan mengenai Kurikulum 2013 ini sudah muncul sejak awal kurikulum ini diberlakukan. Beberapa masalah yang banyak diangkat seperti ketidaksiapan dari sarana prasarana sekolah serta kurangnya kemampuan guru dalam mengakomodasi pelaksanaan kurikulum baru ini. Berangkat dari adanya permasalahan tersebut, Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma mencoba melihat pelaksanaan Kurikulum 2013 ini dari kacamata pendidikan kritis dan menuangkannya dalam forum akademik tahunan Studium Generale yang berjudul “Memperbincangkan Kurikulum 2013 Bersama Ki Hadjar Dewantara, Driyarkara, dan Mangunwijaya” yang diadakan pada hari Selasa, 9 Desember 2014 di ruang Driyarkara, lantai 4 gedung administrasi pusat Universitas Sanata Dharma dan diikuti oleh kurang lebih 100 peserta yang berasal dari dalam maupun luar USD.  Studium Generale dengan tema pendidikan ini juga berangkat dari semangat pendidikan kritis di mana pendidikan itu bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah atau problem posting.

Studium Generale ini diisi oleh empat pembicara yang keseluruhannya adalah mahasiswa program Magister Ilmu Religi dan Budaya pengambil mata kuliah pendidikan kritis yang diampu oleh Prof. Dr. A. Supratiknya. Pemateri pertama adalah Martinus Radityo Adi yang memaparkan mengenai Kurikulum 2013 itu sendiri yang dikaji dari sudut pandang pendidikan kritis. Sebagai seorang yang pernah mengajar di sebuah Sekolah Dasar, Adit sendiri sudah pernah mengikuti Diklat mengenai kurikulum 2013 dan mengalami sendiri apa yang menjadi permasalahan kurikulum ini di lapangan. Ia juga memaparkan apa yang menjadi dasar pemikiran kemunculan Kurikulum 2013 yang kemudian akan dikritisi dari ketiga tokoh pendidikan Indonesia.

Pembicara yang kedua adalah Alfons No Embu yang melihat pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia ini mempunyai filosofi pendidikan yang sangat kita kenal selama ini, Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Ki Hadjar Dewantara dalam melaksanakan pendidikannya juga mengutamakan pendidikan seni dan olahraga.

Pembicara ketiga yang membicarakan mengenai filsafat pendidikan dari Driyarkara adalah Claudius Hans Christian Salvatore. Driyarkara dalam filsafat pendidikannya membicarakan mengenai humanisasi atau memanusiakan manusia muda dan memasukkannya dalam masyarakat. Lalu masyarakat yang seperti apa sebenarnya yang ingin dimasuki oleh pendidikan dari Kurikulum 2013? Ternyata masyarakat yang ingin diciptakan dari penerapan kurikulum ini adalah masyarakat yang berpihak pada pasar atau neoliberalisme. Kurikulum ini lupa bahwa peserta didik juga perlu mengembangkan identitasnya sendiri, bukan hanya menjadi manusia yang mengkonsumsi.

Pembicaraan ini kemudian diakhiri dengan pemaparan mengenai “Mencari Profil Guru Sekolah Dasar Lewat Gagasan YB. Mangunwijawa dan Relevansinya Terhadap Kurikulum 2013.” Materi yang dipaparkan oleh Ervina P. Rete ini berusaha mencari bagaimanakah guru yang ideal itu sebenarnya seturut dengan pemikiran YB. Mangunwijaya.

Seminar kali ini memang tidak dimaksudkan untuk menjawab apakah Kurikulum 2013 ini baik untuk dilaksanakan atau tidak, ideal atau tidak. Seminar ini lebih menjadi suatu usaha dari universitas sebagai suatu institusi pendidikan untuk melihat apa saja yang menjadi masalah dari Kurikulum 2013 ini dan jika ada, apakah ada alternatif pemecahannya. Salah satu alternatif yang dimunculkan adalah meningkatkan mutu dari FKIP atau pendidikan guru dan memberikan mata kuliah pendidikan kritis pada Fakultas Pendidikan Guru, kami percaya bahwa seorang guru yang mumpuni akan tetap mampu memberikan pendidikan yang terbaik bagi murid-muridnya apapun bentuk kurikulumnya. (AnSh)


 kembali