Berita

PENDAMPINGAN PENGUATAN KARAKTER BERTANGGUNG JAWAB ANAK-ANAK PANTI ASUHAN ST. THOMAS, NGAWEN, DIY

19 Agustus 2022

Pendampingan anak-anak panti asuhan St.Thomas, Ngawen untuk menguatkan karakter tanggung jawab sebagai pelajar dan anggota keluarga panti dilaksanakan tanggal 14 Mei hingga 18 Juni 2022 secara tatap muka oleh tim pengabadi Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma.

Tim pengabdi itu adalah Dr..Maria Margaretha Sri Hastuti, M.Si (dosen), Prias Hayu Purbaning Tyas, M. Pd  (dosen), Kristian Antonius Sihalolo, S,Pd (Alumnus Prodi BK, USD), dan Grasela Cicilia Agranita Riwu (mahasiswa Prodi BK, angkatan 2019). Program pendampingan ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyakarat (LPPM), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
 
Panti Asuhan St. Thomas
          Panti Asuhan St.Thomas milik biarawati kongregasi Abdi Kristus (AK) terletak di Ngawen, Gunung Kidul; 47.5 km dari Yogyakarta, atau sekitar 1,5 jam perjalanan dari Yogyakarta. Panti Asuhan ini berdiri 15 Juli 1989 dan saat ini dipimpin oleh Sr M. Borromea, AK. Para pengasuh adalah biarawati-biarawati kongregasi AK kategori lansia (berusia di atas 60 tahun),  namun sangat berpengalaman mendampingi anak-anak panti.
          Anak-anak panti asuhan ini bukan anak yatim piatu; hanya 1 anak piatu dan 1 anak yatim. Namun, sebagian besar mereka berasal dari keluarga broken dengan sosial ekonomi rendah. Hanya 3 keluarga anak panti memberikan kontribusi seadanya secara tetap. Sebagian besar biaya operasional, panti asuhan ini berasal dari  donasi  masyarakat, baik yang sifatnya tetap maupun incidental.
          Panti asuhan ini memiliki 3 lokal; 1 lokal khusus untuk anak perempuan yang berada di dalam kompleks SMP Sanjaya dan 2 lokal khusus untuk anak laki-laki yang berada di luar kompleks SMP Sanjaya.  Panti asuhan ini dihuni 93 orang remaja yang bersekolah di SMP Sanjaya, Ngawen, Gunung Kidul (12 orang) dan SMK Sanjaya, Gunung Kidul (81 orang). Dari 12 orang anak SMP, 6 orang diantaranya menduduki kelas 9 yang setelah lulus akan melanjutkan ke SMK Sanjaya, Ngawen, Kemudian dari 81 orang anak SMK, 40 anak menduduki  kelas 12 yang setelah lulus mereka harus keluar dari panti asuhan untuk bekerja atau melanjutkan studi. Panti asuhan ini tidak menyediakan bea siswa bagi anak-anak yang akan melanjutkan studi. Dari 93 orang anak, sekitar 40 orang anak yang dapat mengikuti program pendampingan ini.  Mereka adalah siswa-siswa kelas IX SMP, kelas X dan XI SMK. Siswa-siswa kelas XII SMK sedang mengikuti Program Kerja Lapangan. Namun demikian, selama 4 minggu pertemuan, terjadi penurunan kehadiran dalam setiap minggunya, yaitu 40, 27, 24, 22. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sakit, tugas dari pengurus panti, ketidak disiplinan. Menurut pengurus panti, rendahnya kedisiplinan ini menjadi factor dominan terhadap menurunnya jumlah kehadiran anak.
 
Permasalahan anak panti
          Anak-anak menjalani kegiatan sehari-hari secara terjadwal, baik secara bersama maupun pribadi. Kegiatan bersama mereka adalah berdoa pagi, siang (doa Koronka pada pukul 15.00), sore yang diisi dengan berdoa Rosario dilanjutkan dengan misa. Doa-doa secara agama Katolik ini diikuti oleh semua anak baik yang beragama Katolik maupun non-Katolik (Kristen dan Islam) Kegiatan bersama lainnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga panti, seperti membersihkan lingkungan, dan menyiapkan makan pagi, siang, dan malam, dan bercocok tanam yang dijadwalkan secara bergiliran dengan sistem piket.
          Menarik untuk dicermati bahwa hampir separuh jumlah anak panti ini berasal dari Ketapang, Kalimantan Barat. Telah lama terjalin kerja sama antara panti asuhan St. Thomas dengan Bruder FIC di Kalimantan Barat dalam hal pengiriman lulusan SMP Pangudi Luhur di Ketapang untuk studi lanjut di SMK Sanjaya, Ngawen. Pengiriman lulusan SMP Pangudi Luhur dilatarbelakangi oleh pertentangan terhadap tradisi di Ketapang bahwa anak-anak perempuan yang telah menginjak usia remaja sudah pantas untuk menikah dan anak-anak laki-laki bekerja di ladang membantu orang tua. Oleh karenanya, di Ketapang banyak terjadi pernikahan muda dengan banyak masalah keluarga. Beberapa tahun belakangan ini muncul kesadaran masyarakat di Ketapang tentang kehidupan yang lebih baik melalui pendidikan yang baik pula.  
          Anak-anak panti ini telah menyadari bahwa pendidikan yang baik menjanjikan kehidupan atau masa depan yang lebih baik. Namun selama menjalani proses belajar dan hidup bersama di panti anak-anak ini mengalami berbagai masalah. Permasalahan umum teridentifikasi oleh pengurus panti seperti rendahnya semangat belajar, rendahnya kedisplinan mengerjakan tugas harian, rendahnya kepedulian pada sesama, buruknya sikap sopan santun. Permasalahan yang terkait dengan gender, seperti anak perempuan sering menyembunyikan bumbu-bumbu dapur untuk  masak secara diam-diam, anak-anak laki sering melakukan tindakan bullying kepada anak yang lebih muda, anak laki-laki merokok seperti sudah kecanduan, gaya pacaran anak laki dan perempuan diluar batas seperti yang ditunjukkan oleh beberapa anak, adanya kecenderungan homo sex (lesbian). Dari sejumlah masalah yang ditemukan oleh pengurus panti, tampak dengan jelas bahwa akar masalah anak-anak panti ini adalah rendahnya tanggung jawab sebagai pelajar dan anggota keluarga panti.
 
Program token economy sebagai program pendampingan
          Token economy merupakan satu bentuk pengubahan perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan menggunakan token (Ayllon dalam Fahrudin, 2012), dan mengajarkan tingkah laku yang tepat dan keterampilan sosial yang dapat dipergunakan dalam suatu lingkungan (Fahrudin, 2012). Gary (dalam Fahrudin, 2012) menyebutkan bahwa token economy adalah sebuah sistem reinforcement dalam pengelolaan perilaku dimana terdapat pemberian hadiah atau reward sebagai penguatan untuk meningkatkan atau mengurangi perilaku tertentu.
          Program pendampingan anak-anak panti ini dilakukan secara tatap muka meskipun dalam masa pandemic dengan pemberlakukan Prokes secara ketat. Program pendampingan ini diawali dengan pemberian asesmen kepada anak-anak untuk mengetahui sejauh mana perilaku sehari-hari mereka berlandaskan tanggung jawab (penentuan base line; pre test) dan mengetahui alat-alat sekolah apa saja yang mereka butuhkan (penentuan reward). Di dalam pelaksanaannya, program pendampingan ini berisikan sejumlah aktivitas dengan tujuan membuka wawasan dan kesadaran anak-anak tentang motivasi belajar, dan kebiasaan-kebiasaan baru yang dilandasi oleh tanggung jawab, baik sebagai pelajar dan anggota keluarga panti. Sejauh mana anak-anak melakukan hal-hal terkait dengan belajar dan pekerjaan sehari-hari dipantau melalui program token economy. Dengan kata lain program token economy ini merupakan penerapan program pendampingan tatap muka.
          Program token economy dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan Jumat (hari aktif sekolah) dimana anak mengisi 2 kuesioner berisikan item-item indikator perilaku bertanggung jawab sebagai pelajar (kuesioner ke-1) dan anggota keluarga (kuesioner ke-2). Setiap item yang berisi perilaku perilaku bertanggungjawab, mengandung poin, dan poin poin itu akan terkumpul sejumlah tertentu, dan jika jumlah poin memenuhi syarat yang disepakati, maka anak akan mendapatkan reward yang diharapkan atau dibutuhkan. Setiap hari Anak anak akan mengisi kuesioner dalam bentuk google form yang berisi aktivitas tanggungjawab di sekolah dan juga di panti. Setiap pernyataan yang menunjukan perilaku tanggungjawab memiliki poin.
Anak menerima token berupa satu poin pada masing-masing perilaku tanggung jawab yang sungguh dilakukannya. Jumlah poin yang dikumpulkan menunjukkan reward apa yang akan diterima oleh anak. Reward berupa kebutuhan alat-alat sekolah seperti alat tulis, buku tulis dan digolongkan oleh anak sendiri sebagai prioritas 1,2 dan 3. Penerimaan reward diatur sebagai berikut: prioritas ke-1, dalam rentang 75%-100% dari point maksimal yang berhasil dikumpulkan, prioritas ke-2 dalam rentang 60%-74%, dan prioritas ke-3 dalam rentang 45%-59%. Poin maksimal yang berhasil dikumpulkan sejumlah 215. Jadi, reward untuk prioritas ke-1 bagi anak yang berhasil mengumpulkan poin 180-215 (7 orang), prioritas ke-2 dengan jumlah poin 144-179 (4 orang), dan prioritas ke-3 dengan jumlah point 138-143 (6 orang). Jadi, ada 17 dari 40 orang anak berhasil mendapatkan reward dan mengikuti program token economy secara tertib selama 4 minggu (19 hari). Bila dilihat dari hasil pre test (base line) dan post test (perubahan perilaku), pada umumnya mereka memperoleh skor pre dan post test itu sama, dan skor pre test lebih rendah dari post test. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tanggungjawab sebagai anggota panti maupun siswa sekolah semakin baik dari awal program sampai akhir program. Dengan hasil ini bisa disimpulkan bahwa program token economy ini semakin menguatkan perilaku tanggung jawab pada sebagian anak-anak panti.
          Bagaimana dengan sebagian anak panti lainnya yang tidak mengikuti program ini secara utuh? Atau bagaimana dengan perilaku lainnya selain rendahnya tanggungjawab anak panti? Tentu perlu dilakukan analisis perilaku yang lebih mendalam terhadap anak panti yang tidak mengikuti program ini secara utuh. Apakah rendahnya kedisiplinan seperti pandangan pengurus panti sebagai penyebab rendahnya tanggung jawab? Perlu kajian yang lebih mendalam, dan  peningkatan kedisiplinan kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan program pendampingan selanjutnya.
         
 
 

Kembali