KURSUS

Extension Course Semester Genap 2022/2023

ARS CELEBRANDI
Seni Merayakan Iman Katolik Indonesia dalam Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
 

A.     Pengantar

Dalam pesan pastoral Uskup Agung Semarang pada akhir tahun 2022 dan menyambut tahun 2023, Mgr. Robertus Rubiyatmoko menuliskan,

Memasuki tahun baru 2023 yang penuh tantangan ini, kita diundang untuk menjalaninya dengan penuh harapan dan keyakinan akan penyertaan Tuhan, terutama dalam persiapan menyambut Tahun Pemilu Serentak 2024. Bangsa kita akan melaksanakan agenda besar pada tanggal 14 Februari 2024, yaitu Pemilu untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Selanjutnya pada tanggal 27 November 2024 akan diselenggarakan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) untuk memilih Gubernur, Bupati, Walikota, dan Wakil-wakil mereka. Agenda demokrasi itu akan menjadi batu uji untuk menunjukkan sejauhmana kedewasaan kita sebagai bangsa benar-benar bisa kita laksanakan demi keberlanjutan Indonesia. Menyadari dan menyikapi agenda bangsa yang sangat penting ini, maka Keuskupan kita merumuskan semangat gerak Gereja bersama masyarakat: “Bersatu dan Bersinergi demi Indonesia Damai”. Hal ini kita tempatkan dalam alur  perwujudan  Arah  Dasar  VIII  KAS  “Tinggal  dalam  Kristus  dan  Berbuah”.  Dasar  kemendesakan  upaya mewujudkan Indonesia damai, antara lain, karena kita tidak ingin bahwa masyarakat kita dipolarisasi atau dipecahbelah oleh kepentingan politik sesaat karena Pemilu.


Karena itu, diilhami oleh semboyan “100% Katolik, 100% Indonesia”, kita hidupkan terus semangat cinta tanah air dan kepedulian bagi bangsa. Hal ini secara pro aktif kita perjuangkan dengan mewujudkan kasih politik yang didasarkan pada empat konsensus berbangsa, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan pengikat kesatuan bangsa.


Dari uraian tersebut, kita bisa mengambil tiga hal. Pertama, menyambut agenda demokrasi dengan penuh harapan dan keyakinan akan penyertaan Tuhan. Sebagai warga negara Indonesia yang beragama katolik, kita diminta berdoa kepada Tuhan agar Roh Kudus menyertai seluruh proses agenda demokrasi tersebut. Pengharapan kita juga terwujud dalam keaktifan dan kedewasaan dalam mengenal calon pemangku  pemerintah yang  sesuai dari nafas kristiani. Kedua, bersatu dan bersinergi demi Indonesia Damai. Ancaman bahwa masyarakat dipecah belah beradasarkan perbedaan kepentingan politik harus diantisipasi dengan sikap sinergis dan bersatu. Satu harapan yang kita dambakan adalah kedamaian. Indonesia tetap damai kendati melalui berbagai perbedaan pilihan dan kepentingan politik. Ketiga, sepenuhnya Katolik Indonesia. Kita diajak untuk menjadi warga negara yang menjaga kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI]. Sebagai umat katolik, kita tidak terpisah dengan suka duka NKRI.


Pada tanggal 29 Juni 2022, Paus Fransiskus menuliskan Surat Apostolik tentang formasio liturgi umat Allah, yang berjudul Desiderio Desideravi. Beliau mengajak umat untuk mendalami keindahan liturgi dan implikasinya bagi kehidupan harian umat. Beliau mengulas tentang teologi liturgi, daya guna liturgi bagi dunia yang berkembang, kekaguman di hadapan Misteri Paskah, formasio liturgi dan ars celebrandi [seni merayakan]. Surat Apostolik Desiderio Desideravi memberikan penegasan kepada umat untuk menjadikan Ekaristi sebagai sumber dan puncak bagi kehidupan kristiani.


Berangkat dari dua konteks tersebut, Komisi Liturgi Kevikepan Yogyakarta Barat bersama Fakultas Teologi Wedhabakti menggagas seri pendalaman liturgi dan teologi bagi umat. Pokok yang diusung adalah Ars Celebrandi. Umat diajak mendalami seni merayakan iman Katolik Indonesia dalam ke- Bhinneka Tunggal Ika- an. Umat Katolik diajak tinggal dalam Kristus melalui liturgi, kemudian didorong untuk merasul dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, 
terkhusus dalam konteks persiapan tahun pemilu serentak. Dua aspek tersebut [internal dan eksternal] memperkaya umat untuk menjadi sungguh katolik dan sungguh warga negara Indonesia.

Dalam rangka mendukung harapan tersebut, dibuatlah beberapa seri pendalaman yang berisi 
tentang pemaknaan perjumpaan secara sakramental, teologi kehadiran, pemaknaan ritus dan perayaan, Gereja dan masalah-masalah aktual, liturgi dan kebudayaan, leadership, dan kearifan lokal. Berbagai tema tersebut akan disampaikan oleh narasumber imam dan disampaikan secara berkala kepada umat. Harapan yang dimiliki adalah umat semakin mendalam dalam iman kekatolikan, kerasulan, kebangsaan, kerjasama - sinergi, dan profesional. Seluruh harapan tersebut dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang beradab dan merajanya kasih dalam kehidupan harian. Semoga cita-cita kita untuk hadir sebagai peradaban kasih [sesuai rumusan Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016-2035 - RIKAS], sugguh terwujud.


B.   
Pendalaman tentang Desiderio Desideravi

Surat Apostolik tersebut disampaikan di Roma, di Basilika Santo Yohanes Lateran, pada tanggal 29 Juni, pada Hari Raya Santo Petrus dan Paulus Rasul, tahun 2022, pada tahun kesepuluh masa kepausan Fransiskus. Surat Apostolik tersebut terdiri dari 9 bagian besar, yaitu 1) Liturgi: sejarah keselamatan “hari ini” [2-9]. 2) Liturgi: tempat perjumpaan dengan Kristus [10-13]. 3) Gereja: Sakramen Tubuh Kristus [14-15]. 4) Makna teologis dari liturgi [16]. 5) Liturgi: penawar racun keduniawian rohani [17-20]. 6) Menemukan kembali setiap hari keindahan akan kebenaran perayaan Kristiani [21-23]. 7) Kekaguman di hadapan Misteri Paskah: bagian penting dari tindakan liturgis [24-26]. 8) Kebutuhan akan formasio liturgi yang serius dan vital [27-47]. 
9) Ars celebrandi [48-65].


Dari pembagian bab dan banyaknya nomor/artikel, terlihat beberapa hal yang menarik. Pertama, Paus Fransiskus memberikan penekanan terhadap kebutuhan akan formasio liturgi. Dalam bagian ini, beliau menuliskan 21 nomor. Oleh karena itu, kita bisa mengarahkan perhatian dan pendalaman di bagian ini. Kedua,seni merayakan mendapat penekanan kedua. Perhatian kedua tertuju kepada ars celebrandi [18 nomor].Beliau memberikan panorama yang indah dan mendalam dari tata gerak dan hal-hal lahiriah seputar liturgi. Ketiga,spiritualitas menjadi pintu pembuka. Surat apostolik ini sarat akan “roh liturgi”, oleh karena itu, beliau hendak memberikan jiwa atau api di dalam liturgi resmi Gereja Katolik.


Traditionis Custodes

Surat apostolik Desiderio Desideravi mempunyai kaitan dengan surat apostolik dalam bentuk motu propio dari Bapa Suci Paus Fransiskus Traditionis Custodes. Motu proprio tersebut berisi tentang penggunaan liturgi romawi sebelum pembaruan tahun 1970. Konteks yang dapat ditangkap dari motu proprio Traditionis Custodes adalah pertama, penegasan Paus Fransiskus tentang Missale Romanum 1962 berkaitan dengan pembaruan liturgi 1970, Semangat Konsili Vatikan II, dan aturan yang telah dituliskan oleh Santo Yohanes Paulus II [Ecclesia Dei] dan Paus Emeritus Benedictus XVI [Summorum Pontificum]. Kedua, penjabaran hal-hal normatif dari Paus Fransiskus kepada kelompok yang merayakan liturgi menurut Missale sebelum reformasi tahun 1970. Ketiga, Paus Fransiskus menekankan konsensus untuk menaati hasil dan semangat Konsili Vatikan II.


Beberapa hal dapat didalami dalam Traditiones Custodes adalah pertama, ketentuan tentang lex orandi dari Ritus Romawi adalah buku-buku liturgi dari Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II sesuai dekrit Konsili Vatikan II. Kedua, Kewenangan izin penggunaan Missale Romanum 1962 diserahkan kepada uskup diosesan, dengan mengikuti pedoman Takhta Apostolik.

Beberapa  kaidah  yang  harus  ditaati  adalah kelompok tersebut  tidak  menyangkal validitas 
perintah Konsili Vatikan II, menentukan tempat khusus untuk perayaan tersebut, bacaan dalam perayaan Ekaristi dengan Missale 1962 dibacakan dalam bahasa daerah, mengangkat imam yang memahami Bahasa Latin, para imam yang ditahbiskan setelah Missale Romanum 1962 harus meminta izin Uskup jika ingin merayakan Ekaristi Missale 1962, dan semua norma- instruksi- izin-kebiasaan sebelumnya yang tidak sesuai dengan ketentuan Motu Proprio tersebut: dihapus. Surat apostolik tersebut berisi penegasan, norma, anjuran, larangan, dan rekomendasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perdebatan yang tidak selesai, perbedaan pandangan, dan perpecahan dalam penggunaan Missale Romanum. Keadaan tersebut berlangsung selama masa kepausan Yohanes Paulus II, Benedictus XVI dan Fransiskus. Oleh karena itu, untuk memberikan uraian  tentang  liturgi yang lebih  spiritual  dan pastoral, Paus  Fransiskus  menuliskan surat apostolik Desiderio Desideravi. Beliau hendak mengajak seluruh umat beriman untuk melupakan perdebatan  tentang Missale Romanum,  ritus,  lex  orandi,  penggunaan Bahasa Latin,  dan  hal lainnya seputar aturan-aturan liturgis, dan mengarahkan kepada esensi, spiritual, dan keindahan liturgi yang dimiliki oleh Gereja Katolik.

Spiritualitas dan makna teologis dari Liturgi

Beberapa hal yang diutarakan dalam Desiderio Desideravi [DD] adalah sejarah keselamatan “hari ini”, tempat perjumpaan dengan Kristus, Gereja: sakreman Tubuh Kristus, dan pemberian makna teologis dari liturgi. Untuk mengawali spiritualitas dalam liturgi, Paus Fransiskus menggunakan kata “rindu” [Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita - Luk 22:25]. Beliau menyadarkan kita bahwa, pertama-tama yang memiliki kerinduan adalah Yesus, bukan kita. IA mengundang semua orang ke perjamuan pernikahan Anak domba [Wahyu 19:9 | DD 5]. Kita mungkin bahkan tak menyadarinya, tetapi setiap kali kita pergi ke Misa, alasan pertama adalah bahwa kita tergerak ke sana oleh kerinduan- Nya untuk kita [DD 6].


Yesus merindukan kita karena IA memiliki kenangan akan kita. Kenangan bukanlah sekedar nostalgia, melainkan penghadiran secara aktual pengalaman yang lampau ke situasi terkini. Untuk merasakan kenangan tersebut, Gereja Katolik mempunyai liturgi. Dalam Ekaristi dan dalam semua sakramen kita mendapat jaminan akan kemungkinan bertemu Tuhan Yesus dan kuasa Misteri Paskah-Nya menjangkau kita [DD 11]. Perjumpaan pertama kita dengan Paskah- Nya adalah peristiwa yang menandai kehidupan kita semua yang percaya dalam Kristus: pembaptisan kita [DD 12].


Paus Fransiskus mengingatkan kembali bahwa subyek utama dalam Liturgi adalah Yesus Kristus; subyek yang bertindak dalam Liturgi adalah selalu dan hanya Gereja Kristus, Tubuh mistik Kristus [DD 15]. Oleh karena itu, DD hendak menemukan kembali, menjaga, dan menghayati kebenaran dan kuasa perayaan Kristiani [DD 16]. Harapannya bahwa Liturgi tidak dirusak oleh pemahaman yang dangkal, direduksi nilainya, atau dieksploitasi untuk melayani beberapa visi ideologis, apapun jenisnya.


Liturgi: penawar racun keduniawian rohani
 

Paus Fransiskus mengulang dua bahaya di masa ini: gnostisisme dan neo-pelagianisme. Kedua hal tersebut telah dijelaskan oleh Paus Fransiskus dalam EvangeliiGaudium[93-97]. Gnostisime adalah paham yang berusaha mengecilkan iman Kristen menjadi subyektivisme [EG 94]. Manusia menjangkau “Yang Ilahi” hanya dengan pikiran mereka dan tidak mempercayakan kepada iman dalam diri. Selain itu, mereka berusaha membuat pemisahan antara yang fisik 
[jahat/ buruk] dan jiwa [lebih baik]. Neo-Pelagianisme adalah paham yang mengatakan bahwa usaha manusia adalah segala-galanya. Mereka menolak rahmat yang bekerja di dalam hidup. Hanya usaha manusia yang diperlukan dalam hidup.

Dari apa yang saya ingat di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya Liturgi penangkal paling efektif terhadap racun-racun ini [DD 18]. Jika gnostisisme menekankan subyektivitas, Liturgi menekankan “kita”, Liturgi tidak meninggalkan kita sendirian untuk mencari pengetahuan individu tentang misteri Allah. Sebaliknya, itu membawa kita dengan tangan, bersama-sama, sebagai satu persekutuan, untuk membawa kita jauh ke dalam misteri yang diungkapkan oleh Sabda dan tanda-tanda sakramental kepada kita [DD 19]. Jika neo-Pelagianisme memabukkan kita dengan anggapan keselamatan yang diperoleh melalui usaha kita sendiri, maka perayaan Liturgi memurnikan kita, menyatakan keselamatan sebagai karunia yang diterima dalam iman [DD 20].

Kekaguman: Aktifasi Penawar Racun

Paus Fransiskus mengajak kita waspada untuk tidak hanya sekedar mengikuti misa, mencari estetika ritual, taat pada rubrik [DD 22], tetapi kita memiliki partisipasi penuh [DD 23]. Salah satu bentuk partisipasi penuh adalah memiliki kekaguman. Hati dan pikiran kita merasa kagum akan misteri yang hadir dalam tanda-tanda lahiriah. Adalah sebuah bahaya besar jika kita tidak dapat ditembus oleh lautan rahmat yang berlimpah ruah pada setiap perayaan [DD 24].

Oleh karena itu, kita hendaknya mempunyai “sense of mistery”. Ini adalah pilihan bebas kita, untuk kagum, haru, dan menikmati perayaan sebagai rahmat bagi hidup kita. Kekaguman yang dibicarakan bukanlah kekalahan dalam menghadapi kenyataan yang tidak jelas atau yang misterius [DD 25]. Sebaliknya, kekaguman adalah bagian yang esensial dari tindakan liturgi karena merupakan sikap orang-orang yang tahu akan kekhasan tata gerak simbolis, sesuatu yang menakjubkan bagi mereka yang mengalami kekuatan simbol, yang tidak sekedar mengacu pada konsep abstrak melainkan berkaitan dengan mengungkapkan maknanya secara lebih konkret [DD 26]
 

Formasi Liturgi: serius dan dinamis

Romano Guardini mengatakan bahwa tanpa formasio liturgi “maka reformasi ritual dan tekstual tidak akan banyak membantu.” [DD 34]. Dari pernyataan tersebut, kita semakin memahami urgensi formasi liturgi. Dua sifat yang diungkapkan Paus Fransiskus adalah serius [menyeluruh dan mendalam] dan dinamis [diskretif, sesuai dengan konteks dan kebutuhan khusus umat]. Maka, terdapat tegangan yang hendaknya didamaikan, yaitu taat pada norma yang telah ditentukan dan fleksibel terhadap dinamika umat dan keadaan aktual.

Selain itu, Paus Fransiskus menekankan dua aspek dalam formasio liturgi: formasio terhadap liturgi dan formasio oleh liturgi. Yang pertama tergantung pada yang kedua [DD 34]. Formasio oleh liturgi dapat dimaknai sebagai usaha diri untuk diubah oleh Sabda, digerakkan oleh Tubuh Kristus, dan tersemangati untuk bermisi dari seluruh perayaan Ekaristi. Formasi terhadap liturgi dapat dipahami sebagai usaha memahami teologi, makna, dan seluk-beluk liturgi sebagai perayaan resmi Gereja. Oleh karena itu, terdapat dua sisi yang saling berkaitan. Usaha pribadi dan rahmat yang dicurahkan.


Beberapa poin formasi liturgi yang dituliskan oleh DD adalah pertama, studi liturgi di seminari. Setiap calon imam diajari agar dalam setiap disiplin teologi, masing-masing dari sudut pandangnya sendiri, harus menunjukkan hubungannya yang erat dengan liturgi, dalam terang kesatuan pembinaan imamat yang dibuat jelas dan direalisasikan [SC 16]. Pembinaan tersebut dibangun bukan demi ketaatan rubrik, melainkan demi perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit 
dalam perayaan [DD 37]. Selain itu, para calon imam diajak untuk sampai pada tindakah Roh yang tumbuh karena pengetahuan tentang misteri Tuhan [DD 39].

Kedua,
pembinaan liturgi bagi pelayan liturgi dan umat. Pembinaan ini bukan sekali jadi, tetapi sebuah pola dan berkala. Upaya ini tentu harus menyertai formasio yang tetap bagi setiap orang, dengan kerendahan hati anak kecil, sikap yang terbuka bagi rasa kagum. Umat beriman diajak untuk memiliki keterlibatan eksitensial [DD 42]. Ada kesinambungan antara pengetahuan dan ketertarikan akan hal-hal lahiriah [roti, anggur, minyak, air, wewangian, api, abu, batu, kain, warna, tubuh, kata-kata, suara, keheningan, gerak tubuh, ruang, gerakan, tindakan, urutan, waktu, cahaya. [DD 42].


Guardini 
menulis,”di sini diuraikan tugas pertama formasio liturgi: manusia harus sekali lagi menjadi mampu memahami simbol-simbol” [DD 44]. Hal ini sangat penting, karena orang modern telah buta, tidak bisa lagi membaca simbol; bahkan keberadaan simbol-simbol hampir diabaikan [DD 44]. Untuk memelihata dan menumbuhkan pemahaman vital tentang simbol- simbol liturgi adalah dengan ars celebrandi atau seni merayakan.


Ars Celebrandi

Untuk mengetahui seni merayakan, kita harus mempunyai berbagai pengetahuan, sehingga dapat menjelaskan liturgi [DD 49]. Salah satu hal pokok yang harus dipahami bahwa liturgi adalah penghadiran Misteri Paskah, sehingga umat beriman berpartisipasi dan mampu mengalaminya. Selain itu, ars celebrandi bukanlah selera pribadi dan juga bukan peraturan kaku, tetapi ada unsur discernment [DD 49].

Dari
indikasi singkat ini mestinya jelas bahwa ars celebrandi bukanlah sesuatu yang bisa diimprovisasi. Sama seperti setiap seni, ars celebrandi menuntut aplikasi yang konsisten. Seniman sejati tidak memiliki seni, melainkan dimiliki oleh seni [DD 50]. Untuk dapat sampai pada ars celebrandi yang tepat, membutuhkan disiplin, dengan melepaskan sentimentalitas yang lemah; melalui kerja serius, yang dilakukan dalam ketaat kepada Gereja, pada keberadaan dan tindakan religius kita [DD 50].


Dalam ars celebrandi, bukan hanya tugas imam yang memimpin misa, tetapi semua umat beriman diajak untuk menghayati tata gerak dan kata-kata: berkumpul, berjalan kidmat dalam prosesi, duduk, berdiri, berlutut, bernyanyi, hening, aklamasi, memandang, mendengarkan [DD 51]. Jika dapat dilakukan dengan mendalam, ini bukan sekedar keseragaman yang mematikan, melainkan mengajarkan setiap orang beriman untuk menemukan keunikan yang otentik dari kepribadian mereka, bukan dalam sikap individualistis tetapi dalam kesadaran menjadi satu tubuh. Dari seluruh tata gerak dan kata-kata, kehingan memiliki peran yang sangat penting. Keheningan adalah simbol kehadiran dan tindakan Roh Kudus yang menjiwai seluruh tindakan perayaan. Karena itulah keheningan merupakan titik awal dalam urutan liturgi.


Dalam ars celebrandi ini, ada unsur lain yang tidak kalah penting, yaitu ars dicendi [seni berbicara]. Dalam liturgi, isi berbeda dibutuhkan nada suara tertentu [DD 60]. Ini memberikan wujud dan bentuk pada perasaan batinnya, di satu momen dalam permohonan kepada Bapa atas nama umat, di saat lain dalam nasihat yang ditunjukan kepada umat, di saat lain dengan aklamasi dalam satu suara dengan seluruh umat [DD 60] Paus Fransiskus menekankan sekali lagi bahwa,


“Saya menginginkan agar surat ini membantu kita mengobarkan kembali kekaguman kita akan keindahan kebenaran perayaan Kristiani, untuk mengingatkan kita akan perlunya formasio liturgi yang otentik, dan untuk menyadari pentingnya ars celebrandi sebagai pelayanan pada kebenaran Misteri Paskah dan pada partisipasi 
semua orang yang dibaptis di dalamnya, masing-masing sesuai dengan panggilannya [DD62].”

Akhirnya, Paus Fransiskus mengingatkan seluruh umat beriman tentang pentingnya hari Minggu. Saat kita berkumpul, mengucap syukur, memecah roti dan mengenangkan Kebangkitan Yesus Kristus. Dari hari Minggu sampai Minggu, kekuatan dari Roti yang dipecah-pecahkan menopang kita dalam mewartakan Injil yang di dalamnya terwujud otensitias perayaan kita.


“Marilah kita meninggalkan polemik kita untuk bersama-sama mendengarkan apa yang dikatakan Roh Kudus kepada Gereja. Marilah kita menjaga persekutuan kita. Marilah kita tetap kagum akan keindahan Liturgi. Kita telah dikarunia Misteri Paskah. Marilah kita membiarkan diri kita dipelihara oleh kerinduan agar Tuhan terus makan Paskah bersama kita. Semua ini di bawah tatapan Maria, Bunda Gereja [DD 65]”

C.      Informasi teknis

Extension course dilaksanakan pada setiap hari Jumat, jam 17.00 -19.00 WIB secara daring/online. Teknis pelaksanaan dalam koordinasi UPP Komsos Keuskupan Agung Semarang.

Waktu pelaksanaan
  1. Jumat, 28 April 2023 ; Novena Kebangsaan untuk Indonesia Damai (Rm. Ign. Yudana Suwondo, Pr) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  2. Jumat, 5 Mei 2023 ; Makna Ars Celebrandi (Bpk. Albert Wibisono) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  3. Jumat, 12 Mei 2023 ; Teologi Liturgi: Perjumpaan & Srawung kebangsaan (Rm. M. Joko Lelono, Pr) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  4. Jumat, 19 Mei 2023 ; Liturgi: penawar racun keduniawian rohani (Rm. Agus Widodo, Pr) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  5. Jumat, 26 Mei 2023 ; Liturgi dan salawatan Katolik (Bpk. Y. Setyanto – Rm. F. Purwanto, SCJ) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  6. Jumat, 2 Juni 2023 ; Kepedulian terhadap masalah sosial  (Rm. Martinus Dam Febriyanto, SJ) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  7. Jumat, 9 Juni 2023 ; Leadership dalam Liturgi (Rm. Mario Tommy Subarjo, SJ,) Jam 17:00 - 19:00 WIB
  8. Jumat, 16 Juni 2023 ; Ite, Missa Est! Sungguh Katolik Indonesia (Rm. Yohanes Subali, Pr) Jam 17:00 - 19:00 WIB
 
 
Kontribusi Peserta paket kursus sebesar Rp. 100.000,- dibayarkan ke rekening Bank CIMB NIAGA dengan nomor: 800009656100          a/n: FTW/Fakultas Teologi “Wedabhakti”.

  Kembali