AKTUALITA
Belajar dari Gereja Batak & Jawa
Webinar bulanan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (USD)) kembali hadir dengan tema “Memaknai Kembali Teologi Inkulturasi di Indonesia: Belajar dari Batak dan Jawa”. Webinar ini dimoderatori oleh Frater Stephanus Lisdiyanto, SCJ, mahasiswa pasca sarjana Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Selasa (26/4/2022).
Pusat penelitian dan pelatihan teologi kontekstual fakultas teologi USD mengajak para civitas akademika dan seluruh peserta webinar untuk mendalami tema webinar bulanan fakultas ini. Tema ini diambil dari tema umum tahunan fakultas yakni teologi inkulturasi. “Teologi inkulturasi terus mematangkan diri melalui kerja sama dan dialog dengan berbagai ilmu lain secara multidisipliner dan interdispiliner. Pluralitas masyarakat dan keberagaman kebudayaan di Indoensia berpengaruh dalam perkembangan iman umat”, kata moderator.
Dosen Unika St. Thomas Medan, Universitas Negeri Medan juga ketua Litbang Kapusin Medan Romo Herman Nainggoalan mengatakan, pemasukan budaya kekristenan atau ajaran kekristenan kepada budaya lokal atau kepada agama lokal harus lebih maju dengan penerapan interkulturasi. Interkulturasi keterkaitan antar agama lokal maupun nasional yang mendalam melalui dialog.
Pengkajian inkulturasi diperkaya lagi oleh direktur seminari TORSA (Tahun Orientasi Rohani Santo Agustinus), Romo Agustinus Handi S., Pr “Inkulturasi adalah usaha Gereja Katolik untuk masuk ke dalam kebudayaan tertentu, tuturnya. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan yang mendapat tempat dalam Gereja Katolik. Gereja menyapa para seniman dan menyerukan agar terjadinya kemitraan yang lebih konstruktif antar kesenian dan Gereja.
Wayang wahyu sebagai perpaduan unsur budaya dan unsur Kekristenan dengan tujuan agar umat mampu menyerap unsur-unsur liturgi. Wayang wahyu mampu menarik minat orang luar negeri untuk mengenalnya. Ada kisah kitab suci yang nyambung yang menyimpan sejuta unsur kekristenan. Perjumpaan menjadi sesuatu yang penting. Dalang itu bukanlah kepandaian saya sendiri tetapi
blessing in disguise, ketika wayang wahyu itu bisa mewartakan betapa indahnya toleransi dan perjumpaan persaudaraan.
Antusias peserta dalam mengikuti webinar ini melalui zoom meeting dan kanal yotube Theo Talk terbukti dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada dua narasumber. Selain itu juga ada tanggapan dari guru besar fakultas teologi USD, Prof. Dr. Emanuel Martasudjita, Pr kepada dua narasumber. Menurut professor, proses inkulturasi itu adalah proses perjumpaan yang betul-betul tidak hanya sekedar kultur tetapi injil itu sendiri adalah kekuatan Allah yang mengatasi kultur. Sebagai kekuatan Allah tentu saja yang kemudian digerakkan dan membuat orang beriman.
Inkulturasi sebagai proses kreatif. Pembuatan naskah yang bisa diterima oleh budaya, pembuat iringan, gending dan sebagainya. Proses perjumpaan
, injil dan budaya. Inkulturasi juga mencakup injil dan budaya dan masyarakat di sekitar bahkan dengan orang-orang yang bukan Kristen. Terjadi suatu kerja sama, toleransi, praksis hidup dalam konteks wayang, tuturnya.
Webinar bulanan ini memberikan
insight baru bagi kita untuk menyadari bahwa Gereja Katolik menaruh penghargaan terhadap kebudayaan. Inkulturasi sebagai usaha gereja Katolik untuk membudayakan atau masuk ke dalam kebudayaan tertentu yakni melalui kesenian dalam hal ini adalah wayang kulit secara khusus wayang wahyu. Pagelaran wayang kulit dengan tokoh-tokoh Kitab Suci untuk mengisahkan isi injil.
Dalam pagelaran wayang wahyu di dalamnya ada pertemuan dua kebudayaan atau akulturasi yakni budaya narasi semitis yang berasal dari kisah-kisah KS Katolik dan juga dari budaya narasi Jawa sendiri yang berasal dari cerita-cerita wayang kulit. Upaya menghadapi inkulturasi di satu sisi menghadapi tantangan tetapi di sisi lain juga memiliki kekuatan. Tantangan yang di hadapi lebih pada faktor eksternal yang menyangkut perkembangan pengetahuan masyarakat dan juga perkembangan teknologi. Sedangkan peluang dan keuntungan yang dimiliki bahwa wayang wahyu sebagai katalisator festival seniman juga memperkaya genre nusantara dan juga memperkaya peneguhan bahwa Indonesia memiliki nilai toleransi yang tinggi, ungkap moderator (Ardi Mite).
Kembali