AKTUALITA

Misa Pembukaan Semester Genap 2021/2022 Dan Studium Generale

Misa Pembukaan Semester Genap
Segenap civitas akademika Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta bersama-sama merayakan misa pembukaan perkuliahan semester genap tahun 2021- 2022 dan dilanjutkan dengan penyerahan serta pelantikan kepengurusan BEM tahun 2022. Perayaan ekaristi dirayakan pada Sabtu, 5 Februari 2022 pada pukul 07.30 WIB sampai selesai yang bertempat di aula Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma dan juga disiarkan secara langsung melalui channel YouTube TheoTalk. Adapun rangkaian acaranya adalah sebagai berikut: perayaan ekaristi, lectio brevis dan studium generale.
 f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/2.jpg
Dalam perayaan ekaristi pembukaan semester genap 2021-2022 mengambil tema mengenai “Menumbuhkan Harapan dan Sukacita dalam Bacaan Injil”. Perayaan ekaristi ini dipimpin langsung oleh Rm. Alb. Bagus Laksana, SJ yang menjadi selebran utama dan didampingi oleh Rm. CB. Kusmaryanto, SCJ, Rm. Dwi Ariyanto, Pr, dan Diakon M. Victor Drajad. Adapun peserta yang mengikuti Misa antara lain para Romo dosen, pengurus BEM lama dan baru, tamu undangan dan mahasiswa/i tingkat I.  f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/3.jpg
Pada perayaan ekaristi ini, khotbah disampaikan oleh Rm. CB. Kusmaryanto yang juga merupakan salah satu dosen di Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma. Dalam khotbahnya, Rm. Kus mengajak seluruh civitas akademika Fakultas Teologi Wedhabakti untuk menumbuhkan harapan dan sukacita baik dalam setiap pekerjaan maupun pewartaan. Selain itu, Rm. Kus juga menekankan bahwa kita berhak untuk mendapatkan kebahagiaan dalam setiap pekerjaan. Menurutnya, cara untuk bahagia dalam suatu pekerjaan ialah dengan mencintai pekerjaan tersebut. Sebab dari kebahagiaanlah akan memunculkan kreativitas seseorang baik dalam pekerjaan maupun pewartaan.   f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/5.jpg
Setelah perayaan ekaristi selesai, dilanjutkan dengan Lectio Brevis yang disampaikan oleh Rm. Alb. Bagus Laksana selaku dekan fakultas.Dalam Lectio Brevis kali ini Rm. Bagus mengangkat tema “Inkulturasi”, yang mana itu selaras dengan semangat Teologi Kontekstual di fakultas. Menurut Rm. Bagus dinamika inkulturasi terbangun dari tegangan dua hal, yaitu: alteritas (keasingan) dan familiaritas. Tegangan ini menjadi momen kreatif dalam dinamika perjumpaan antara Injil dan budaya. Hal ini menunjukkan sifat dan semangat dasar dari Kristianitas yang tidak menolak (dissensio) budaya melainkan memeluk budaya (communio). Masih selaras dengan dinamika inkulturasi Gereja, Rm. Bagus juga menguraikan tentang hibriditas dan metaxy. Hibriditas berkaitan dengan perjumpaan Injil dan budaya, yang tentunya mensyaratkan kreativitas dalam pewartaan. Menurutnya, agen di balik kreativitas itu ialah Gereja lokal; di mana kita dituntut untuk belajar dari Gereja lokal. Sedangkan metaxy mengacu pada ciri khas manusia sebagai mahkluk antara (in-between beings). 
 f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/6.jpg Setelah Lectio Brevis selesai acara selanjutnya ialah Studium Generale. Namun, sebelum Studium General, Rm. St. Eko Riyadi selaku kaprodi mengambil waktu sejenak untuk memberikan beberapa informasi bagi para dosen dan mahasiswa berkaitan dengan program blended learning, yang akan mulai dilaksanakan pada awal semester ini. Dalam penyampaiannya, Rm, Eko meminta kepada para dosen untuk selalu memberikan informasi kepada para mahasiswa via LMS (Learning Management System) berkaitan dengan model perkuliahan yang akan dilaksanakan, yaitu daring atau luring. Selain itu, Rm. Eko juga meminta kepada para mahasiswa untuk senantiasa memperhatikan setiap informasi yang disampaikan oleh para dosen dalam LMS. Dalam Studium Generale kali ini, Fakultas Teologi Wedabhakti mengundang seorang romo sekaligus antropolog, yaitu Rm. Onesius Otenieli Daeli, OSC., Ph.D untuk menyumbangkan pikirannya berkaitan dengan inkulturasi, Studium Generale kali ini dipandu oleh Rm. A. Tri Edi Warsono, Pr. Sebelum memulai Studium Generale, segenap civitas akademika Fakultas Teologi Wedabhakti diajak untuk menyimak sejenak dua video yang berisi kepedulian Mgr. Alfons Sowada, OSC di Asmat dan upacara pembaptisan di hutan yang dilakukan oleh salah satu paroki di Agats. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Rm. Ote.  f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/7.jpg
Presentasi Rm. Ote mengambil judul “Upaya Inkulturasi di Keuskupan Agats-Asmat”. Dalam presentasinya, Rm. Ote mendeskripsikan secara singkat tentang Asmat, yang mengacu pada tiga hal: wilayah, orang dan bahasa sebagai pengantar. Selanjutnya beliau menjelaskan tiga elemen fundamental dalam kehidupan masyarakat Asmat: Jeu (rumah adat), Ci (perahu) dan dunia roh. Ketiga hal ini memiliki fungsinya masing-masing: pertama, Jeu berfungsi sebagai simbol klan, pusat dari kebudayaan, politik, sosial, tempat sakral dan penyimpanan senjata, serta tempat untuk menginap. Kedua, Ci merupakan elemen esensial dalam kehidupan masyarakat Asmat sebab ia menjadi penopang dan bagian integral dalam kehidupan, yang dipengaruhi oleh situasi geografis di Asmat. Ketiga, dunia roh. Masyarakat Asmat ada dalam lingkup dunia kelihatan (visible) dan tak kelihatan (invisible). Menurut Rm. Ote, dari ketiga elemen fundamental itu lahirlah berbagai bentuk tatanan kehidupan bermasyarakat yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan seperti: mitos dan ritual, seksualitas dan gender, perang dan pengayauan, komunikasi dan sosialisasi, serta tabu atau pamali. Selain itu, religiusitas masyarakat Asmat tidak terpisah dari kehidupan sosialnya: antara kudus dan profan ataupun antara natural dan supranatural.  f1l3/Aktualita/Pembukaan Semester Genap/8.jpg Rm. Ote juga menjelaskan bahwa orang Asmat meyakini leluhur mereka yang sudah meninggal memiliki peranan yang penting dalam setiap dimensi kehidupan mereka. Konsep ini tertuang dalam karya seni patung yang dibuat oleh orang Asmat sebagai representasi dan konkritisasi dari kehadiran para leluhur. Karena itu, mereka percaya bahwa jika mereka tidak hormat kepada leluhur maka mereka akan ditimpa kemalangan. Selain itu, Rm. Ote juga mengingatkan bahwa dalam inkulturasi kita haruslah tetap memegang kaidah-kaidah dan ketentuan yang ada sehingga tidak melenceng dari ajaran dan tradisi Gereja Katolik. (Stephanus Boby).

  Kembali
Lihat Arsip