AKTUALITA

Dies Natalis FTW ke XXXVII

BERSAMA-SAMA MENULIS KISAH PARA RASUL BAB 29: PERJUMPAAN INJIL DAN REALITAS MASA KINI

Misa Syukur dan Puncak Dies Natalis XXXVII Fakultas Teologi Wedabhakti

 


Seluruh civitas academica Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta merayakan Dies Natalis ke XXXVII pada hari Sabtu, 31 Oktober 2021. Perayaan Ekaristi dan puncak Dies Natalis diadakan pada pukul 15.30-19.00 WIB di aula Fakultas Teologi Wedabhakti dan disiarkan secara langsung melalui aplikasi Zoom dan kanal YouTube TheoTalk. Dies Natalis tahun 2021 ini mengambil tema “Bersama-sama Menulis Kisah Para Rasul Bab 29: Perjumpaan Injil dengan Realitas Masa Kini.” Acara puncak yang dihadiri secara langsung oleh beberapa tamu undangan ini (dengan protokol kesehatan yang ketat) merupakan penutup dari serangkaian acara lomba dan seminar Fakultas Teologi Wedabhakti, USD.


Acara Dies Natalis dibuka dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Teologi Wedabhakti, Rm. Alb. Bagus Laksana, SJ sebagai selebran utama, serta didampingi oleh Rm. FX. Kusmaryadi, SCJ dan Rm. Ag. Agus Widodo, Pr sebagai konselebran. Pada perayaan Ekaristi kali ini, homili disampaikan oleh Rm. Agus. Dalam khotbahnya, imam diosesan yang baru saja menyelesaikan studi Doktoral Patristik tersebut mengajak seluruh civitas academica Fakultas Teologi Wedabhakti untuk membuat kisah-kisah perjumpaan Injil dengan realitas masa kini dan menuliskannya sebagai Kisah Para Rasul 29. Semua itu semata-mata bukan hanya untuk nilai atau diri pribadi belaka, melainkan demi kemuliaan Tuhan yang kita imani dan wartakan.

Setelah misa syukur, acara dilanjutkan dengan malam puncak Dies Natalis ke-37. Acara tersebut diawali dengan video ucapan-ucapan selamat dan profisiat dari perwakilan dosen, mahasiswa, dan pimpinan konvik. Acara lalu dilanjutkan dengan jingle Dies Natalis; menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars FTW, dan video tampilan dari mahasiswa. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan oleh Rm. Bagus selaku Dekan FTW. Dalam sambutannya tersebut, Rm. Bagus menghadiahi FTW sebuah lukisan surealis karya salah seorang frater CSsR yang menggambarkan bahtera umat manusia (khususnya Gereja dan FTW) di tengah drama pandemi covid-19. Lukisan tersebut menantang kita untuk menuliskan bagian baru dari Kisah Para Rasul yang berdasar dari pertanyaan eksistensial dari kondisi yang ada di sekitar kita. Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng sebagai tanda syukur atas usia fakultas yang bertambah.


Dalam acara puncak Dies Natalis kali ini, secara istimewa dan untuk pertama kalinya disampaikan sebuah pidato ilmiah mengenai tema yang diangkat. Pidato tersebut dibawakan oleh Rm. Dr. Y.B. Prasetyanta, MSF yang mencoba mendalami, mengapresiasi, dan mengkritisi karya terbaru dari Rm. Prof. Dr. E. Martasudjita, Pr tentang teologi inkulturasi. Inkulturasi selalu menekankan tentang tiga unsur, yaitu proses; relasi antara Injil Yesus Kristus dan budaya; dan dimensi transformatif lahiriah sekaligus batiniah. Tujuan dari inkulturasi ini adalah mengarahkan segala usaha perjumpaan Injil dan budaya bagi kemulian Allah dengan memperjelas rahmat Sang Penebus, yakni Yesus Kristus. Dalam proses inkulturasi terjadi gerakan ganda Gereja, yakni membawa Injil ke dalam budaya setempat sekaligus membawa bangsa dengan budaya masuk ke dalam Injil. Proses inkulturasi berarti proses melebur ke dalam suatu budaya tersebut dalam rangka pewartaan. Proses ini dilakukan oleh seluruh umat beriman. Oleh karena itu, seseorang haruslah mengosongkan diri (kenosis) supaya ia dapat diisi oleh tindakan Allah sendiri untuk kepentingan banyak orang.



Setelah pidato ilmiah dari Rm. Pras, acara puncak dilanjutkan dengan pengumuman pemenang lomba Dies Natalis. Setelah itu, diadakan pemutaran film pendek berjudul Buku Harian Pastor Lang dari konvik CSsR sebagai juara pertama dalam lomba film pendek. Acara ditutup dengan doa dan video tampilan dari para frater OFM. Dies Natalis kali ini mengingatkan kita semua tentang pelbagai persoalan termasuk pentingnya dialog dan kepedulian kepada sesama. Dialog diperlukan karena kita hidup dalam masyarakat yang plural, sehingga dialog menjadi suatu jalan untuk bisa melihat sesama. Selain itu, kita juga harus peduli dengan sesama. Dari tindakan-tindakan kecil tersebut dapat kita tuliskan tentang Kisah Para Rasul bab 29, terlebih terkait tanggapan kita atas persoalan yang tengah terjadi di sekitar kita. (Yohanes Rafael)

  Kembali
Lihat Arsip