AKTUALITA

Pembukaan Tahun Akademik 2019/2020

Setelah mengalami masa liburan selama kurang lebih satu bulan, aktivitas akademik di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma – Fakultas Teologi Wedabhakti dimulai kembali. Seperti biasa, aktivitas akademik dimulai dengan Perayaan Ekaristi di Kapel Seminari Tinggi Santo Paulus yang dipimpin oleh Kardinal Justinus Darmaatmadja SJ sebagai konselebran utama, serta didampingi oleh Rm. Albertus Bagus Laksana SJ (Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma/Ketua Fakultas Teologi Wedabhakti), Rm. Yohanes Subali Pr. (Ketua Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma), Rm. Aloysius Yuli Dwianto, MSF (Wakil Rektor Konvik – Rektor Skolastikat MSF), dan Rm. Ambrosius Heri Krismawanto, Pr. (dosen baru, akan mengampu matakuliah Kitab Suci), dan Rm. Bernardus Himawan (wakil alumni).

Seusai Perayaan Ekaristi, seluruh civitas academica mengikuti Studium Generale (kuliah umum) dengan tema “Peran Gereja Katolik dalam Masyarakat Pluralis” yang dibawakan oleh Kardinal Justinus Darmaatmadja SJ. Materi dari Studium Generale ini adalah pemaparan dari buku “Umat Katolik Dipanggil untuk Membangun NKRI” yang ditulis sendiri oleh Bapak Kardinal. Bapak Kardinal menyampaikan bahwa dalam terang iman, Gereja Indonesia hendaknya mampu melihat dan menyadari Roh Kudus yang hadir dan berkarya. Dalam kajian sejarah misalnya, Bapak Kardinal melihat bahwa pesan dari kegiatan misi yang ingin mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang merdeka merupakan salah satu buah karya Roh Kudus.

Sayangnya, situasi kehidupan beragama di Indonesia saat ini tidak dalam kondisi baik-baik saja. Sekat-sekat yang terbangun di antara satu agama dengan agama yang lain mengindikasikan bahwa karya Roh Kudus yang membiming dan mempersatukan belum sungguh-sungguh diwujudnyatakan. Untuk itu, diperlukan pastoral hati nurani, sebuah bentuk pastoral yang terbuka pada berbagai ide dan mau mendengarkan beragam pendapat. Pastoral hati nurani ini juga selaras dengan semangat Pancasila yang bergerak bersama demi kemajuan bangsa. Maka, sudah selayaknya langkah untuk menjadikan saudara-saudari beragama lain sebagai partner kerja dalam membangun bangsa. Sikap kebangsaan dan kebertuhanan harus beralih dari arogansi kepada kelemahlembutan, karena kita sadar bahwa kebenaran bukanlah milik satu atau segelintir orang saja. Beberapa hal bisa dijadikan contoh. Paus Yohanes Paulus II misalnya, telah memulai gerakan doa lintas agama di Assisi sebagai perwujudan dari universalitas kebenaran yang dibawa Roh Kudus. Hal ini dilanjutkan oleh Paus Benediktus dan Paus Fransiskus, yang dalam kebijakan pastoralnya mau merangkul orang dari semua kalangan.

Hal senada juga disampaikan oleh Rm. Albertus Bagus Laksana SJ dalam Lectio Brevis (naskah lengkap klik di sini). Melalui Lectio Brevis, Rama Bagus melihat bahwa teologi harus berangkat dari keprihatinan publik. Artinya, teologi bukan produk jadi yang harus dipaksa untuk diterapkan ke dalam situasi zaman, melainkan mengangkat situasi zaman sampai kepada ranah reflektif, untuk kemudian dipikirkan bersama dan diambil sebuah langkah yang tepat. Adapun usul yang disampaikan dimulai dari membangun hati nurani yang bersih dan benar, membangun narasi tentang keindahan keragaman dalam banyak hal di Nusantara, dan menydari bahwa karya Roh Kudus harus meluas, meretas batas, dan merengkuh hal baru. Hal-hal ini dibutuhkan, sebagai sebuah upaya untuk menanggapi situasi Asia yang kompleks, di mana Gereja Asia menemukan ‘medan laga’nya.

[William Christopher]

  Kembali
Lihat Arsip