Universitas Sanata Dharma

Program Pasca Sarjana

Loading

BERITA KEGIATAN

Lokakarya "Isu-isu Mutakhir Interseksi antara Seni dan Sains"
S3 Program Doktor Kajian Budaya (Kajian Seni dan Masyarakat) | 25 April 2017
Lokakarya "Isu-isu Mutakhir Interseksi antara Seni dan Sains" :: Fakultas Pasca Sarjana USD Yogyakarta

Acara yang diadakan pada tanggal 20 April 2017 tersebut merupakan lanjutan dari dari lokakarya di tahun sebelumnya, yang mengundang Garin Nugroho dan Venzha Christiawan sebagai pembicara. Rangkaian lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Program Doktor Kajian Budaya (Kajian Seni dan Masyarakat) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dr. ST Sunardi selaku ketua Program mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya adalah untuk mempelajari dan membahas hubungan seni dan sains di masyarakat. Terutama untuk mencari  interseksi yang menantang, dan yang belum diekplorasi di Indonesia. Menurutnya, tanggung jawab untuk menghubungkan keduanya berada di tangan perguruan tinggi.

Guna membahas lebih dalam mengenai interseksi dari kedua bidang tersebut, maka diundang 2 (dua) orang yang pembicara yang mewakili bidang sains dan seni. Pembicara dari bidang sains adalah Prof. Dr. Asan Damanik. Seorang guru besar Fisika, yang mengajar di Program Studi Fisika FKIP Universitas Sanata Dharma (USD), Program Studi Teknik Mesin FST USD dan Program Studi S3 Kajian Budaya Pascasarjana USD. Sedangkan pembicara dari bidang seni adalah Agung Suryanto. Seorang seniman, arsitek dan pengajar di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya.  Pelaksanaan diskusi selama lokakarya, dipandu oleh Prof. Dr. A. Supratiknya selaku moderator.  Sebagai pengantar, Prof. Dr. A. Supratiknya mengatakan bahwa maksud dari upaya mempersandingkan Prof. Asan Damanik dan Agung Suryanto dalam lokakarya tersebut adalah bagian dari upaya untuk mengintegrasikan antara sains dan seni. Namun pertanyaan yang muncul selanjutnya, terutama dari hasil interaksi itu adalah: Apa kontribusi keduanya bagi masyarakat?

Agung Suryanto dalam presentasinya, banyak mengungkapkan pengalamannya sebagai seorang seniman, yang memiliki latar belakang pendidikan arsitektur. Sebelum mempelajari seni rupa, ia juga sempat mengenyam pendidikan di bidang arsitektur. Latar pengalaman di bidang arsitektur, mau-tidak mau ikut mempengaruhi corak berkaryanya di bidang seni yang digelutinya. Pada awal masuk ke dunia seni rupa, ia mengalami banyak keterkejutan. Ada banyak hal yang berbeda, antara arsitektur dan seni rupa. Misalnya saja, bila di wilayah arsitektur ia begitu patuh pada aturan-aturan, tehnik dan referensi tertentu, namun berbeda dengan seni rupa. Seni ini lebih menekankan pada spontanitas, dan lepas dari aturan teks dalam buku. Sejauh pengalaman berkaryanya, Agung banyak menggunakan tehnik yang sebelumnya dipelajari di arsitektur. Tehnik tersebut oleh sebagian pihak diterima dengan baik, namun oleh sebagian lainnya dikritik dengan keras. Misalnya saja kala ia menggunakan tehnik ngeblat, atau mencontoh dari ikon-ikon seni rupa terkenal seperti Leonardo da Vinci, Vincent van Gogh, maupun Afandi. Salah satu karyanya yang dipinjam dari salah satu ikon tersebut, tenyata mampu memperoleh peringkat ke-2, pada sebuah kompetisi seni lukis di tahun 2002. Namun ketika karya tersebut dibahas dalam sebuah diskusi dalam lingkungan kampus, karya itu dianggap bukan seni. Ia dinilai tidak memiliki spontanitas.

Agung juga menceritakan pengalaman lainnya, terutama tentang pertemuan antara sains dan seni. Berangkat dari  kekagumannya terhadap karya Mark Justiniani yang berjudul Mimefield, yang dipamerkan pada ArtJog #8 tahun 2015, ia melihat bahwa karya seni dapat menggunakan tehnik khusus. Saat melihat karya Justiniani, ia sempat terpaku. Ia mendapati kesan visual yang berbeda. Ia seperti dapat melihat pada kedalaman bumi. Selayaknya lubang tambang. Begitu pun pada pada ArtJog #9 di tahun 2016, Mark Justianiani masih menggunakan tehnik yang sama, namun media yang digunakan bukan lagi lantai, melainkan sebuah dinding. Karya tersebut menimbulkan efek visual menembus dinding. Agung terinspirasi dari karya-karya itu, ia kemudian mencari tahu bagaimana tehnik tersebut dapat diterapkan di dalam seni rupa. Agung melakukan beberapa percobaan menggunakan pantulan cahaya dari lampu LED dan cermin, yang kerap dikenal sebagai tehnik infinity mirror. Pada proses itulah, Agung mengaplikasikan sains dalam karya seninya.

Pembicara selanjutnya, Prof. Asan Damanik membuka presentasinya dengan menekankan pada arti penting peran sains dalam seni.  Ia mengatakan jikalau tanpa kehadiran saintis, maka seniman tidak akan menghasilkan karya yang spektakuler. Kecil kemungkinan untuk menghasilkan karya spektakuler, apalagi bila kita masih mengikuti cara baku. Pada titik ini, sains dilihat sebagai sesuatu yang amat penting bagi berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya di dalam seni. Baginya, keberadaan sains dapat menyebabkan perubahan. Karena pada saat sains mengenalkan teknologi baru, maka kita akan memasuki era baru, dimana persepsi, kepercayaan, idelogi dan budaya akan berubah. Oleh karenanya, seorang saintis harus dapat menjaga integritas, tanggungjawab sosial, dan perannya dalam peradaban manusia. Seorang saintis harus menghasilkan sesuatu yang berfungsi untuk pemecahan masalah.

Prof. Asan Damanik mengatakan bahwa semenjak zaman nenek moyang, seni dan sains telah memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dalam pandangannya, baik saintis maupun seniman sesungguhnya melakoni hidup yang hampir sama. Hidup yang menuntut adanya kreatifitas dan improvisasi. Objek keduanya sama yaitu alam semesta. Sains dan seni berupaya untuk menunjukkan keindahan dan mendapatkan kemanfaatan dari alam semesta bagi umat manusia. Sistem kerjanya pun hampir sama, walau kadar kebenarannya berbeda. Kreatifitas dari keduanya tidak terkungkung tradisi. Maka kolaborasi antara sains dan seni adalah hal yang sangat penting. Melalui pertemuan dan diskusi, saintis akan mendapatkan masukan baru untuk meningkatkan penemuannya, begitupun dengan seniman. Ia dapat menampilkan karya yang sarat dengan temuan dari sains. Seni mampu menjadi bentuk komunikasi sains dengan masyarakat. Hal-hal tersebut tidak mungkin terjadi bila tidak ada kolaborasi. Kolaborasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sesuatu yang sifatnya basa-basi. Prof. Asan menutup presentasinya dengan mengatakan bahwa kolaborasi antara sains dan seni akan  menyumbangkan sesuatu yang luar biasa bagi peradaban umat manusia. (Vini)

lihat berita S3 Program Doktor Kajian Budaya (Kajian Seni dan Masyarakat) lainnya>>
hal. 1  ...  3  4  5  6  7  ... 9
Lokasi

Kampus II
Universitas Sanata Dharma,
Mrican, Catur Tunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta 55281
Telp. (0274) 513301, 515352 Fax. (0274) 562383 - Telegram: SADHAR YOGYA ext. 1501

Jam Kerja