USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Sarasehan Spiritualitas Ignasian 2022 “Spritualitas Healing di Dunia yang Mendambakan Kesembuhan”

diupdate: 2 tahun yang lalu





Pusat Studi Ignasian melaksanakan kegiatan Sarasehan Spiritualitas Ignasian pada Sabtu, 6 Agustus 2022 di Ruang Kadarman Lt. IV Gedung Pusat USD Kampus II. Tema sarasehan tahun ini adalah “Spiritualitas healing di Dunia yang Mendambakan Kesembuhan”. Sarasehan yang terdiri dari dua sesi ini dimoderatori oleh Bp A. Prasetyadi.

Sesi pertama, yang merupakan sesi sharing pengalaman, dibuka oleh Rooswita Ayu Setyaningsih dari komunitas Magis Jogja. Ayu menceritakan proses healing sebagai kaum muda atas luka-luka batin yang pernah dialaminya, seperti pelecehan seksual dan perundungan (bullying). Ayu yang awalnya memilih untuk tidak terbuka kepada orang-orang terdekat, justru berujung pada perasaan bahwa dirinya tidak berharga. Ayu pada akhirnya memutuskan untuk berdamai dengan diri sendiri dan melalui keterlibatan aktif di komunitas Magis Jogja. Ayu mulai mengikuti latihan rohani, melakukan journaling dan memeluk semua pengalaman dalam usaha menyembuhkan luka-luka masa lalunya,. Perjalanan healing memakan waktu yang cukup lama dan proses yang tidak mudah. Bagi Ayu, healing tidak cukup dimaknai sebagai refreshing dari kepenatan. Healing  dalam pengalamannya justru adalah perjalanan memeluk semua luka-luka batin dan menerima dirinya sepenuhnya.


Senada dengan Ayu, narasumber kedua, Bp. Juwandi Setiawan dari CLC Indonesia, menceritakan proses healing atas luka kehilangan sesorang yang begitu disayanginya. Bp. Juwandi menjalani penyembuhan dengan bergabung dengan komunitas pengolahan rohani dan secara perlahan mampu menjadikan luka sebagai titik balik untuk bangun dari keterpurukan. Bapak Juwandi memaknai bahwa luka yang dialami seseorang semestinya tidak dipendam sendiri dan setiap orang berhak untuk bercerita terkait luka yang dialami, terlepas dari siapa dan bagaimana latar belakang seseorang.


Setelah kisah dari dua narasumber sebelumnya tentang proses penyembuhan luka batin, narasumber ketiga, Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati menceritakan proses healing dari sakit secara fisik yang juga berpengaruh pada psikis seseorang. Ibu Maria, yang seorang tendik Universitas Sanata Dharma dan pegiat Pusat Studi Ignasian USD, adalah seorang penyintas kanker. Beliau menceritakan perjuangan menerima dirinya pada saat mengetahui telah mengidap penyakit kanker. Bu Maria juga mengisahkan bagaimana dimana proses penyembuhan ternyata tidak kalah beratnya, baik secara fisik maupun psikis. Dalam pengalamannya, keterbukaan untuk menerima kondisi sakit dan kemauan untuk sembuh adalah kunci menyembuhkan diri. Kehadiran keluarga dan teman-teman yang memberikan dukungan, sangat berpengaruh besar dalam hal ini. Karena orang-orang yang menerima dan mendukung itulah, Ibu Maria mampu menerima dengan terbuka pengalaman sakit dan bahkan memaknainya  sebagai kehendak Allah sendiri.


Pada sesi kedua, Romo Mutiara Andalas, SJ., S.S., STD menjadikan sarasehan ini menjadi ruang perbincangan yang menarik dengan mengajak peserta menyelami keprihatinan manusia saat ini yang mendambakan kesembuhan. Romo Andalas juga menghadirkan banyak kisah-kisah inspiratif yang populer, sehingga membawa spiritualitas ignatian terasa dekat dengan pergulatan sehari-hari, khususnya mereka yang mendambakan kesembuhan dari luka-luka batin.
Dua hal menarik disampaikan oleh Romo Andalas, pertama, perlu ada kesadaran baru bagi kita, terutama orang-orang muda, bahwa tidak masalah untuk menyatakan bahwa kita memang ‘sedang tidak baik-baik saja’. Ini adalah modal awal untuk menerima diri, membuka diri dan membuka rahmat-rahmat lain dari Allah dalam proses perjalanan hidup kita.
Kedua, bagi kita semua yang ‘baik-baik saja’, kita perlu menyadari bahwa proses healing dalam banyak hal terkait dengan kehadiran orang-orang yang bersedia menemani dan orang-orang yang bersedia menyediakan telinga bagi mereka yang mencari kesembuhan. Namun seringkali kecenderungan kita adalah terburu-buru untuk mencarikan solusi yang belum tentu dibutuhkan oleh mereka yang mendambakan kesembuhan itu.



Moderator Bp. A. Prasetyadi menutup kegiatan seminar dengan ungkapan, “Dari perbincangan hari ini, kita belajar bahwa perjalanan hidup kita mempunyai arti penting bagi Allah. Dan perjalanan hidup kita akan menyembuhkan kita semua”.
 
(DPM/YY)

  kembali