Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) bersama Pusat Kajian Pendidikan Tinggi Indonesia (PUSKAPTI) mengadakan sebuah diskusi dengan mengangkat tema “The Future of University” yang mengajak mahasiswa untuk memberikan gagasannya mengenai universitas masa depan. Dengan melihat situasi dan kondisi pandemi hari ini, maka diskusi diadakan berdasarkan asumsi bahwa perguruan tinggi di masa depan kemungkinan akan mengalami transformasi yang signifikan. Mengutip perkataan Ketua PUSKAPTI, Dr. Titik Kristiyani M.Psi., Psi. “karena sasaran utama dari pendidikan adalah peserta didik, maka kami memfokuskan pada bagaimana mahasiswa turut berperan dalam beraspirasi tentang pendidikan, yang sebenarnya adalah untuk keperluan mahasiswa itu sendiri.” Dalam kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu menyampaikan aspirasi berdasarkan sudut pandang mereka mengenai Perguruan Tinggi masa depan guna menghadapi dinamika perubahan.
Satu minggu sebelumnya, gagasan-gagasan mahasiswa tentang tema yang diangkat dikompetisikan dalam bentuk esai, infografik, dan video pendek, walaupun dapat dikatakan bahwa gagasan berbentuk esai lah yang mendominasi kompetisi secara keseluruhan. Sepuluh gagasan terbaik yang dipilih oleh juri dipresentasikan oleh mahasiswa pada acara diskusi “Pendidikan Tinggi di Masa Depan dalam Perspektif Kaum Muda” yang diselenggarakan pada Jumat, 25 Februari 2022 secara luring di Universitas Sanata Dharma dan secara daring melalui zoom. Adapun Perguruan Tinggi yang turut serta dalam diskusi ini adalah Universitas Sanata Dharma, Stikes Stella Maris, Universitas Katolik Musi Charitas Palembang, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Katolik Soegijapranata, dan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Perwakilan-perwakilan mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi tersebut terpilih untuk mempresentasikan esai berisi aspirasi mereka.
Sesi pertama dalam diskusi diisi dengan pemaparan lima esai. Pemapar gagasan pertama mengangkat esai berjudul “Meniti Karir dengan Kepekaan Sosial”. Gagasan yang disampaikan berkisar tentang perubahan paradigma dalam pendidikan yang sebelumnya hanya berfokus pada guru atau behavioristik menjadi lebih konstruktif atau murid yang merupakan sentral pendidikan itu sendiri. Gagasan-gagasan pada sesi pertama yang diangkat oleh lima kelompok yang berbeda mengulas tentang kebutuhan perguruan tinggi masa depan yang berkaitan erat dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Gagasan terkait MBKM tersebut, antara lain cita-cita mengenai kampus yang nyaman dan menjadi wadah bagi mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan serta proses pembelajaran yang berporos pada mahasiswa.
Pada diskusi tanya jawab sesi pertama, ruang diskusi menghangat dengan gagasan multidisciplinary dan interdisciplinary yang dipertanyakan oleh Romo Bagus akan bukti dan alasan gagasan itu diangkat oleh mahasiswa. Dua kelompok mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta menjawab dengan lugas dan tegas tentang pengalaman dan pandangan mereka terhadap multidisciplinary dan interdisciplinary yangperlu dilakukan oleh pendidikan tinggi di masa depan. Oleh pandangan luas dari lima kelompok mahasiswa, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap kelompok tertentu ataupun kepada seluruh kelompok terjawab dengan lengkap dan tepat sasaran.
Lima buah topik yang disampaikan pada sesi kedua cukup berbeda dengan topik-topik yang disampaikan oleh lima kelompok sebelumnya pada sesi pertama. Romo Yulius Yasinto sebagai pengurus APTIK mempertanyakan kepada mahasiswa terkait harapan-harapan apa yang dapat diambil dari gagasan yang diajukan oleh mahasiswa yang memungkinkan APTIK untuk merealisasikan gagasan tersebut sebagai bentuk sinergi sebuah asosiasi perguruan tinggi yang menaungi dua puluh institusi perguruan tinggi katolik di Indonesia. Bapak Widi juga mengangkat diskusi tentang bagaimana mahasiswa dapat didukung dalam mengembangkan kreativitas dan pengetahuannya sebagai individu yang menjadi sasaran pendidikan itu sendiri. Dinamika yang terjadi pada sesi kedua di ruang diskusi ini tidak kalah hangat dan juga disampaikan dari berbagai sudut pandang, baik sebagai orang tua mahasiswa, dosen, universitas, pemerintah, dan mahasiswa itu sendiri.
Setelah melewati proses panjang menyusun esai, mempresentasikan dan berdiskusi tentang topik yang diangkat, I Kadek Okta Dharmadhyaksa dari Universitas Sanata Dharma meraih peringkat pertama. Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma itu menyampaikan aspirasinya yang dikemas dalam esai berjudul “Liberal Arts dalam MBKM: Sebuah Titik Balik Pendidikan Indonesia”. Okta dalam esainya beraspirasi bahwa pentingnya kurikulum berbasis liberal arts, yang setidaknya ada tiga hal utama dalam liberal arts yang meliputi menulis dan berpikir dengan baik; berkomunikasi, dan belajar otodidak.
(DPM & MGM)