USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Webinar Kajian Budaya Sanata Dharma: “Spiritualitas Agama-agama dalam Wajah Seni Rupa”

diupdate: 3 tahun yang lalu




Program Magister Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma (USD) pada hari Kamis, 10 Juni 2021 menyelenggarakan webinar dengan tema “Spiritualitas Agama-Agama dalam Wajah Seni Rupa”. Acara ini diselenggarakan secara kombinasi, daring melalui aplikasi Zoom dan kanal YouTube Kajian Budaya Sanata Dharma dan secara luring di Ruang Palma Kampus I USD. Webinar ini diselenggarakan dengan harapan “mendapatkan pengalaman dan pemahaman yang jauh lebih baik lagi akan spiritualitas agama-agama di dalam wujud atau wajah seni rupa yang akan dilihat dari segi perspektif akademik dan juga dari parktisi atau para pelaku seni rupa” ujar FX Mukarto, Ph.D selaku Direktur Pascasarjana USD.

Webinar ini dimoderatori oleh Dr. G. Budi Subanar, SJ yang merupakan budayawan sekaligus pengajar pascasarjana USD dan bersama 4 narasumber. Narasumber pertama merupakan seorang rohaniwan dan mahasiswa S2 Kajian Budaya USD, Pdt. David Pratama Putra yang membahas perjalanan seni rupa kristiani di dalam ranah sejarahnya dengan subtema "Spiritualitas dalam wajah Kristus". Dari perspektif ini, seni rupa kristiani berawal dari jemaat mula-mula Kristen dimana pada konteks waktu itu mereka mengalami tekanan karena dianggap sebagai penyesat. Untuk melindungi diri, jemaat mula-mula bersembunyi di katakombe yang merupakan kuburan bawah tanah para bangsawa Romawi. Di sanalah mulai lahir seni rupa Kristiani sebagai bentuk ekspresi iman dalam bentuk lukisan-lukisan yang digambarkan pada dinding katakombe. Perubahan bentuk seni rupa terus terjadi dari bentuk seni rupa pinggiran bawah tanah menjadi seni rupa adiluhung. Gambar-gambar yang dimunculkan mencerminkan Kristus yang memiliki kuasa yang luar biasa dalam kehidupan manusia melalui berbagai gambar, seperti gambar menyembuhkan, mengalahkan maut, dan sebagainya. Dalam kehidupan kekristenan, seni rupa banyak mengalami perubahan dimana Kristus yang mulanya digambarkan sebagai manusia (sosok yang teratur) kemudian semakin berkembang dan digambarkan dengan wujud apa saja. “ekspresi iman itu tidak lagi dibatasi dengan harus seperti ini, seperti itu, tapi itu berangkat lagi dari kebebasan berekspresi kita” ujar Pdt. David Pratama Putra.

Putu Sutawijaya selaku narasumber kedua merupakan seorang perupa asal Bali yang memulai perjalanan seninya di Yogyakarta sejak masih berkuliah di ISI hingga akhirnya melahirkan tempat pameran Sangkring Art Space (SAS) di Nitiprayan, Yogyakarta. Menurut pandangannya, spiritual sebagai alat untuk memahami sesuatu yang baru tanpa harus disekat oleh agama-agama. Putu memahami arti seni rupa melalui berbagai perjalanan, salah satu dengan melakukan perjalanan menuju candi di Pegunungan Penanggungan. Selama melakukan perjalanan, Putu telah mendokumentasikan 55 candi dengan melukis langsung di lokasi candi tersebut berada (on the spot) sebagai wujud real spiritual. Mengunjungi dan memahami langsung lokasi candi peninggalan abad-abad sebelumnya membentuk imajinasi untuk membaca spiritual agama-agama yang diwariskan. Bagi Putu peninggalan-peninggalan masa lalu tidak akan pernah memotong kita untuk tidak menjadikan sesuatu yang baru, tetapi masa lalu selalu memberi kesempatan untuk melahirkan sesuatu yang baru

Alfiah Rahdini sebagai narasumber ketiga menyampaikan paparannya tentang “Seni Abstrak Modern Indonesia dan Spiritualitas Islam” menelisik dari karya Ahmad Sadali dan A. D Pirous.  Alfiah merupakan perupa patung dan mahasiswa S2 Kajian Budaya USD. Melalui beberapa sumber buku dan wawancara pribadi dengan A. D. Pirous, ia memaparkan tentang sejarah seni abstrak modern Indonesia dari karya-karya Ahmad Sadali dan A. D. Pirous. Ahmad Sadali menghadirkan karya dengan bentuk-bentuk geometrikal dengan gaya formalisme barat. Ahmad Sadali juga menggunakan tenknik membubuhkan serbuk prada emas, sehingga menghadirkan karya dengan karakteristik tersendiri. A. D. Pirous terkenal dengan lukisan kaligrafinya. A. D. Pirous menggunakan media-media yang tidak konvensional, contohnya goni. Alfiah Rahdini menekankan bahwa abstrak modern dan spiritualisme Islam merupakan  keindahan karya seni yang menjadi lahan menuju keindahan jiwa dan moral yang mengingatkan kepada Tuhan.

Sidik W. Martowijaya selaku narasumber terakhir merupakan seorang pelukis asal Malang yang menekuni seni kaligrafi budaya Tiongkok. Tidak hanya mencintai seni lukis dan kaligrafi, Sidik W. Martowijaya juga tertarik pada sejarah, sastra, dan filsafat baik dari timur maupun barat. Narasumber ini  menyampaikan paparannya mengenai sebuah karya yang dihasilkan oleh seseorang dilihat dari nilai-nilai moralitas dan estetika. Ia menyampaikan bahwa sebuah karya yang dibuat oleh seseorang akan menyampaikan pesan-pesan dari alam dan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah abstrak. Ia juga menegaskan bahwa dalam membuat suatu karya jangan memikirkan untung atau pun rugi.

(KNK & TMG)

  kembali