USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Diskusi Buku Papua Bukan Tanah Kosong

diupdate: 4 tahun yang lalu




Pada hari Jumat, 28 Februari 2020 bertempat di Ruang Merbabu, Kampus 2 Universitas Sanata Dharma (USD), berlangsung forum diskusi untuk membahas buku yang berjudul Papua Bukan Tanah Kosong. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh PUSDEMA (Pusat Kajian Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia) USD bekerja sama dengan Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP). Yang menjadi narasumber dari diskusi tersebut adalah Bernard Koten dan Nellus Wenda (SKPKC FP), Pater Alsis Goa OFM (JPIC OFM Indonesia), Fr. Stefabus Mahuze Pr (Mahasiswa Magister Teologi USD), dan Hardy Basebelolon (Mahasiswa Magister Kajian Budaya-USD). Adapun Basilius Triharyanto bertindak sebagai moderator.

Dikatakan oleh salah seorang narasumber, yakni Bernard Koten, buku Papua Bukan Tanah Kosong hadir di tengah publik dengan maksud untuk menarasikan kembali beragam fakta dan  peristiwa tentang masalah pelaksanaan hak-hak asasi manusia di Tanah Papua. “Informasi tentang Papua dari perspektif hak-hak asasi manusia dan lingkungan hidup sangat jarang diketahui oleh masyarakat luas,” ujar Bernard, dan oleh karena itu buku ini ingin hadir untuk menyampaikan informasi tersebut.  Menurut Bernard, selama ini pendokumentasian persoalan HAM di Papua sangat kurang mencukupi, dan sebagai bagian dari serial proyek Memoria Passionis, buku Papua Bukan Tanah Kosong diterbitkan dengan maksud untuk mendorong upaya-upaya pendokumentasian itu.

Senada dengan Bernard, Dr. Baskara T. Wardaya SJ selaku Kepala PUSDEMA menunturkan bahwa buku ini penting untuk dibaca dan dipahami sebagai bagian dari upaya untuk mengetahui pelaksanaan HAM di Indonesia, khususnya di Papua. Oleh karena itu, menurutnya, apa yang dilakukan oleh SKPKC FP perlu diapresiasi dan disambut dengan sepenuh hati. Selanjutnya, menurut Baskara, sambutan dan apresiasi ini hendaknya merupakan bagian dari upaya kita untuk mencintai kemanusiaan yang sifatnya universal, supaya dengan begitu kita bisa semakin mencintai satu sama lain.  Hal ini juga penting, menurut dia, supaya sesuai dengan motto “Cerdas dan Humanis”, civitas academica Universitas Sanata Dharma bukan hanya terdiri dari orang-orang yang cerdas, melainkan juga orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

(PIJL & BGP)

  kembali